Penulis: Ihsan Abdul Quddus
Sebuah novel yang mengisahkan tentang ambisi seorang wanita terhadap kariernya. Hingga melupakan jati dirinya bahwa ia adalah seorang perempuan, yang sejatinya mengutamakan kepentingan dalam rumah lebih baik daripada terobsesi dengan karier politiknya. Ia berpendirian yang sangat teguh terhadap konsekuensinya sejak ia masih muda, saat menjadi mahasiswi s1. Wanita yang sangat koleris, sehingga ia sudah merencanakan tujuan hidupnya dengan matang. Namun, sayangnya ia selalu menyampingkan kebutuhan keperempuanannya, sehingga itu terkesan tidak penting baginya. Termasuk jatuh cinta pada lelaki, dan menikahinya. Baginya, politik adalah nomer satu. Ia tidak menginginkan pernikahan jika hanya mencoreng kecitraannya sebagai pemimpin negara.
Satu persatu konflik datang, lelaki yang bernama Abdul Hamid datang mengutarakan cintanya dan menawarkan diri untuk menikahinya. Pernikahan itu terlaksana ketika ia menyelesaikan skripsi s1-nya dengan pesta yang mewah. Ia dikaruniai seorang putri bernama Faizah dari suaminya. Sayangnya, pernikahannya hanya bertahan selama tiga tahun. Hubungannya dengan sang suami terpaksa berakhir, karena tidak ada kekolerasian antara pola pikirnya dengan pola pikir suaminya.
Pernikahan kedua terjadi setelah sepuluh tahun ia menyandang status sebagai janda. Kali ini ia bersuamikan seorang dokter terkenal, bernama dokter Gamal. Dokter yang memiliki sifat sama dengannya; lebih mengutamakan pekerjaan daripada hal-hal pribadi rumah tangganya. Mereka juga memiliki prinsip yang sama tentang cinta, yang hanya bisa mereka lakukan ketika mendapati waktu luang. Meskipun mereka sendiri sama-sama tahu, bahwa kesempatan waktu luang yang mereka punya sangatlah sempit, mengingat waktu-waktu kesibukan pekerjaannya mendominasi hari-hari mereka.
Pernikahan kedua hanya bertahan lima tahun. Dengan Faizah yang selalu ia titipkan kepada ibunya (nenek dari Faizah). Ia juga sering bertabrakan ego dengan dokter Gamal, dan menyebabkan pernikahannya kembali gagal untuk yang kedua kalinya. Perasaan terpukul pada perceraian kedua tidak membuatnya jengah, untuk menyadarkan fitrahnya kembali sebagai seorang perempuan. Meskipun saat itu usianya lima puluh tahun, namun kenyataannya ia terbiasa mengingat dirinya sebagai wanita ambisius. Bukan sebagai perempuan sejati...
***
Sebuah novel terjemahan dari bahasa Arab karya Ihsan Abdul Quddus yang membuat emosiku mendidih ketika membacanya. Sambil berdoa dalam hati tiap kali melewati paragrafnya, "semoga nasibku tak sama seperti Suad (peran perempuan utama dalam tokoh novel tersebut.)". >,<
Menurutku, konflik dalam novel ini kurang terbangun, sehingga akhir dalam ceritanya terkesan datar. Novel ini jadi seperti buku diary Suad dalam hidupnya, karena penokohan dalam novel tersebut hanya terlihat kuat pada karakter Suad. Sementara tokoh Abdul Hamid, dokter Gamal, dkk, memiliki porsi karakter yang jauh lebih lemah daripada karakter Suad.
Kehebatan penulis novel ini adalah, ia berani menyajikan karakter utama yang terkesan 'hitam' sehingga membuat pembacanya terbawa emosi.
Comments