Wednesday, March 26, 2014

[PARE 10]: TAQDIMAINI


Selesai dari euphoria Melodie der Liebe, mari kita kembali cerita tentang Pare, hehehe. *setidaknya, aku harus istiqamah buat nuntasin cerita ini sampai akhir*
Jadi, waktu di sana, ada dua taqdim yang menjadi tugas para murid. Yang satu taqdim presentasi di depan kelas, yang satunya lagi taqdimul hifdzi alias setor hafalan di dua minggu terakhir sebelum pulang.
Nah, alhamdulillah aku diberi kesempatan buat presentasi di depan kelas, jadi ada yang bisa kuceritain di sini. Hahaha. Sistemnya dipilih satu hari sebelum maju. Tema bebas. Dan berhubung murid sekelasku lumayan membludak, jadi nggak semua kedapatan.
Saat itu, aku diberi giliran maju di dua minggu terakhir sebelum pulang. Aku lupa hari apa. Yang jelas, saat itu bagian jamnya Ustadz Thoyyib. Dan seperti yang sudah-sudah, meskipun beberapa kali ditugaskan maju depan umum (dalam bentuk apa pun), nggak menutup kemungkinan kalau aku nggak bakalan demam panggung. Setelah resmi ditunjuk, hal pusing yang harus dihadapi adalah nyari topik. Meskipun sebenarnya banyaaak banget topik yang bisa dibahas, tapi aku merasa buntu. Beberapa teman bantu menyumbang ide. Katanya, karena aku suka Korea, jadi bisa bahas tentang bahasa Korea yang tengah kupelajari. Ah, kayaknya kurang tepat deh. Mengingat kelasku aktifnya parah banget, jadi malas buat angkat topik itu. Antisipasi aja, takut disuruh translate macam-macam. Tau sendiri mereka bagaimana… heuheu.
Bahas tentang drama Korea yang lagi aku suka? Nggak nyambung juga! Nanti lagi seru-serunya membahas, syukur-syukur mereka dengerin. Kalau mereka malah buat drama sendiri di kelas tanpa aba-aba? Bikin terharu. Bahas tentang aktor drama kesukaan, misalnya mas Micky Yoochun? *ehm* ngeri kalau ternyata ada yang ngefans sama aku di kelas terus jealous. *emang, lo siapa, Fi?* -___-
Dan setelah mengerucutkan ide, jadilah aku memilih topik yang ringan; Manfaat membaca buku bagi kesehatan manusia. Jiaah, tsaddap! Kedengarannya alamiyah banget bahasannya. Padahal, semua berkat Mbah Google. Matur nuwun, Mbah…
Waktu presentasiku nggak sampai lima menit. Karena takut nge-blank jadi bawa kertas hafalan –yang sebenarnya nggak boleh dan nyaris disita sama ustadznya waktu aku maju. Tapi dengan kekuatan puppy eyes, aku diperbolehkan deh. Yes!
Bukan kelasku kalau nggak aktif nanya. Dan aku merasa beruntuuuuung sekali karena cuma ada dua penanya. Entah mereka lagi seragaman makan apa semalam, jadi nggak bawel-bawel amat –meskipun pas presentasi dan aku stuck di kalimat idza berulang-ulang, mereka malah nyanyi: idza anta saidun shofiq yadaik! (kalau kau suka hati tepuk tangan!) -> remake dari lagu Indonesianya. Errr. Dan alhamdulillah, tingkah laku mereka yang begitu, nggak perlu buat aku heran.


Ada juga taqdimul hifdzi. Alias setor hafalan. Ini tugas yang lumayan bikin ketar-ketir di minggu-minggu terakhir sebelum pulang. Buat yang kelas Aidina satu, target hafalannya 1750 kata. Sedangkan di Aidina dua, 2000 kata. Dan itu harus dari kosa kata yang kita catat sehari-hari! Maknyuuus. Oleh-oleh yang maha keren sebelum pulang.
Sistem taqdimul hifdzi ini berdasarkan kelompok. Jadi, satu kelas itu dibagi empat kelompok. Masing-masing murid menyetor hafalan pada teman sekelompoknya masing-masing. Dalam kasus ini, aku mau berterima kasih banyak buat Sarah yang mau jadi teman begadang buat hafalan. Eh, bukan sama-sama hafalan maksudnya. Di sini aku doang yang hafalan, sedangkan dia main games. Mulai dari games di iPad sampai baterainya habis, abis itu beralih ke laptop, sampai nggak sadar kalau kita menghabiskan malam bersama di teras kamar –jangan ada yang bayangin romantis di adegan ini. hahaha. Kita yang sebenarnya sama-sama menguap, tapi karena ngobrol hal-hal yang lucu, jadi lupa kalau ngantuk. Taqdimul hifdzi sampai ketawa-tawa, sampai kayaknya yang suka bertugas ketawa malam-malam itu lupa sama tugasnya. Atau emang sengaja ngasih giliran ke kita di malam itu? Bisa aja sih…
Sayangnya, cuma bisa malam itu aku begadang sampai pagi. Di malam-malam selanjutnya terlanjur tepar karena ngurusin masrohiyat. Mana parahnya, di malam kedua mau begadang, Sarah justru ninggalin aku yang ketiduran di teras depan kamar. Walhasil, pagi-paginya aku ditemukan oleh Nadia kayak anak gelandangan. Dasar songooong… (>,<)
Taqdimul hifdhi-ku nggak sampai dua ribu. Cuma bisa sampai 1125. Ngenes. Sesuatu yang masih membuatku merasa belum puas berada di Pare kalau belum nuntasin itu. Tapi, mau gimana lagi? Al waqtu qod intaha…
-AF

No comments: