Wednesday, January 11, 2017

DAY 9: SOME WORDS OF WISDOM THAT SPEAK TO ME




Berbicara tentang wisdom, hal yang pertama kali tebersit adalah masa-masa duduk di kelas akhir zaman pondok dulu. Which is, kelas 3 SMA.
Salah seorang ustadz, yang merupakan guru Akhlak kami dulu, sering sekali memberi nasihat-nasihat sederhana, dari sudut pandang yang antimainstream, yang spesifik, juga nusuk. Entah bagaimana nasihat-nasihat beliau masih terngiang di kepala sampai sekarang. Entah apakah nasihat-nasihat seperti ini juga terngiang di kepala teman-teman sekelas yang lain. Tapi yang jelas, ustadz tersebut termasuk guru favoritku karena cara berpikirnya dan caranya untuk masuk ke pola pikir anak-anak SMA begitu sederhana dan membekas.
Salah satu nasihat beliau yang masih aku ingat, “Di dunia ini, Allah menciptakan semuanya berpasang-pasangan. Semuanya tertulis di dalam Al-Qur’an. Dan semua yang berpasang-pasangan itu nggak hanya sebatas; siang-malam, perempuan-laki-laki, suka-duka, tapi juga; jika ada seseorang yang menyayangi kita, maka juga ada orang yang membenci kita. Jika ada orang yang memuji kita, maka akan juga ada orang yang mencemooh kita. Jika ada orang yang ingin mengangkat kita, maka juga ada orang yang akan menjerumuskan kita.”
Ucapan yang sederhana, tapi sering kali luput dalam ingatan. Terkikis ego yang menginginkan sekali semua orang akan menyukai kita, dan melupakan hukum alam yang satu itu. Sebuah permainan dunia; sebuah sifat yang tidak bisa terpisahkan dari sifat lawannya. Padahal, kalau mau menilai lebih jeli, sebaik apa pun yang seseorang lakukan pada orang lain, pasti ada yang nggak suka (dan itu menjadi urusannya). Begitu juga sebaliknya; seburuk apa pun perangai seseorang pada orang lain, pasti ada yang suka (dan itu juga menjadi urusannya). Yang terpenting, kita sudah melakukan yang terbaik untuk diri sendiri, juga berbuat baik pada orang lain. Terlepas apa implikasinya nanti, bukan wilayah kita lagi.
“Salah satu tanda bahwa kita masih lekat pada sifat keduniawian kita adalah; jika seseorang memuji kita, maka kita terlena atas pujiannya. Jika seseorang mencemooh kita, kita balas mencemoohnya.”
Kurang lebih begitu yang beliau ucapkan saat kami belajar tokoh-tokoh sufi di mata pelajaran Akhlak. Sebuah kalimat yang kemungkinan besar bakalan jadi PR jangka panjang buatku pribadi. Mengundang tanda tanya sederhana yang ditujukan pada diri sendiri; ingin hidup seperti apa? Apa tujuan berbuat baik selama ini agar dipuji orang? Apa tujuan hidup selama ini adalah meraup pujian orang sebanyak-banyaknya maka tak boleh satu pun orang mencemooh?
Lalu teringat tentang cerita Nabi Muhammad yang notabene-nya kekasih Allah, dijamin surga sejak masih di dunia, yang namanya sudah tertulis di surga sejak zaman nabi Adam, yang menjadi panutan umat muslim sampai sekarang, perjalanan berdakwahnya sama sekali tidak mulus. Beliau dilempari batu, kotoran, dari sesama manusia yang menolak kehadiran beliau—meski tujuan beliau baik. Sebuah contoh kecil yang menjadi titik balik ketika sedang mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan meski bertujuan baik. Untuk tetap sabar, tetap berjuang, mencontoh beliau dalam menjaga akhlaknya dari perangai buruk.
Maka, jelaslah waktu kami-kami bertanya pada ustadz perihal sifat dan sikap orang-orang sufi di masa lalu yang di luar logika, seperti misalnya, “Kok bisa Rabi’ah Al-adawiyyah tidak menikah sama sekali selama hidupnya meski ada lelaki (yang begitu mapan) melamar? Bagaimana caranya dia mengabdikan seumur hidupnya pada Tuhan? Lalu apakah sifat-sifat keduniawiannya sudah hilang sama sekali? Bagaimana caranya?”
Dan ustadz menjawab, “Ini ibaratnya, seorang anak TK yang ingin menguasai materi-materi sekolahnya profesor. Untuk tahap ini, kita masih tertinggal jauh.” Karena, ternyata ada banyak sifat-sifat samawi yang tidak bisa dicerna oleh logika manusia biasa.
Banyak yang beliau kenalkan pada kami, seperti misalnya kalimat, “من عرف نفسه فقد عرف ربه” yang dibaca, “man ‘arafa nafsahu faqad ‘araafa rabbahu.” Yang artinya, “barang siapa yang mengenal dirinya, maka mengenal Tuhannya.”—yang aku lupa ini diucapkan oleh tokoh sufi siapa. Lalu tentang prinsip-prinsip hidup sederhana, tentang introspeksi diri, tentang amalan-amalan yang harus dijaga kuantitas serta kualitasnya.
Semoga Allah senantiasa menjaga beliau dengan rahmat-Nya, dan melindungi beliau dengan kebaikan-kebaikan-Nya.
-AF

4 comments:

Anonymous said...

Makasih udah diingetin juga lewat tulisan ini, fi... :)
*merenung sejenak >.<

yenita anggraini said...

Aku suka banget postingan ini, Piaaaah. Suka bangeeet...

Herukasious said...

wah aku adem bacanyaaa...

FHEA said...

bhahahaha berasa angin di puncak... =))