Hellow.. !! ^^
Mau berbagi cerita tentang excited
experience tentang Kampus Fiksi kemarin. Cerita ini seharusnya kuposting
beberapa hari yang lalu. Tapi berhubung bentrok sama UAS dan baru ada luang
sekarang, jadi baru diposting deh. Maaf yaa :D
Kampus Fiksi angkatan 3 berlangsung dari
tanggal 14-17 Juni 2013. Oh ya, sebelumnya, ada yang belum tahu Kampus Fiksi? Kalau
belum, aku mau ngasih sedikit penjelasan.
Kampus Fiksi itu acara bulanannya penerbit
Diva Press, penerbit yang berdomisili di Jogja. CEO Diva Press, Pak Edi
Mulyono, yang menggagas awal perihal Kampus Fiksi ini. Dengan tujuan, ingin
mencetak calon penulis-penulis berkualitas yang dilatih, dibimbing, secara
santai tapi serius. Anggota-anggota Kampus Fiksi pun bisa dibilang sebagai
anggota pilihan. Karena, dari banyaknya calon peserta yang daftar, Diva Press
hanya memilih 30 peserta tiap angkatannya. Syaratnya? Bikin cerpen romance yang
unik. Jadi, penulis cerpen yang terpilih, difasilitasi selama ia berada di
Jogja. Mulai dari penginapan, konsumsi, buku-buku gratis, jadwal belajar nulis
yang sistematis dan produktif. Yang lebih penting, ketemu teman-teman baru yang
benar-benar hebat, kenalan sama kakak-kakak editor, dan kru Diva Press yang
ramah plus menyenangkan. Di samping dapat ilmu baru, we build a new family!
And I’m happy be one of them! Karena sebelumnya,
aku nggak pernah ngebayangin ini. ^^
***
Aku sampai di Jogja tanggal 14 pagi. Acara resminya
Kampus Fiksi sebenarnya hanya di tanggal 15-16 Juni. Tapi, karena peraturan
tiap pesertanya yang mengharuskan kita tiba sehari sebelum acara dan pulang
sehari setelah acara, jadi aku berkesempatan tinggal di sana selama empat hari.
How ‘bout your feel? Rasanya kurang lama. Hehe :D
Anyway, libur seminggu sebelum UAS
semester genap disebutnya Minggu Tenang atau Minggu Tekun, ya? Kayaknya aku
bakalan setuju kalau ini disebut Minggu Tenang, karena aku malah sempat
ngebela-belain kabur ke Jogja demi acara ini, sekali pun pihak panitia
sebenarnya memperbolehkan pesertanya pindah angkatan, dan saat yang bersamaan,
teman-teman di kampus lagi rempong menyulap Minggu Tenang sebagai Minggu
Tegang. Hiiiw :3
Jadi, karena nggak mau ngambil resiko yang
parah, aku berkeputusan untuk bawa buku kuliah di tas tentengan. Supaya bisa
dibaca-baca saat di bandara atau pun di pesawat. Sekali-kali jadi anak rajin. Dan
kemungkinan, adegan ini sepertinya bakal sekali dalam seumur hidup. #edisilebay
:P hehehe
Sampai di Jogja jam 8.45 pagi yang dijemput
panitianya, Kak Ve, sebelum akhirnya ketemu teman-teman seangkatan di karantina.
Karena masih pagi, jadi belum banyak yang dateng. Dan u know apa
perasaanku ketika pertama kali ketemu teman-teman yang baru datang pagi itu? Amazing!
Beberapa di antara mereka yang baru kukenal, sedang serius merampungkan
novelnya. Pemandangan yang menarik, ketika aku masih bermain di antara cerpen-cerpenku,
mereka justru sedang berjalan jauh mengendarai cerita di novelnya. Hebat!
Hari itu peserta masih dibebaskan, jadi
karena lokasi wisata lumayan jauh dari karantina didukung cuaca Jogja yang
panas benderang (halah, diksinya -_- ), aku memilih diam di karantina kenalan
sama teman-teman dan kakak kru, sambil sharing tentang novel teenlit
yang saat ini lagi menjamur.
***
Hari pelatihan pertama tiba. Pak Edi
memberikan materi-materi kepenulisan seputar novel, juga menyediakan waktu
untuk sesi Tanya-jawab peserta. Banyak hal yang perlu dicatat dalam notes-ku
tentang sharing kepenulisan ini, di antaranya;
-
Bagi penulis novel yang
mengambil setting luar negri, jangan sampe hasil risetnya membuat
tulisan seperti pembawa berita. Beberapa penulis terjebak pada kasus ini.
-
Menulis novel itu jangan
terlalu terbebani oleh teori. Kebanyakan teori yang ditelan, takutnya akan
menghambat proses kebebasan menulis itu.
-
Antara idealisme dan
pemasaran dalam menulis itu adalah sebuah kesatuan yang tak boleh dipisahkan. Jadi
sebisa mungkin penulis tetap menaruh ideologinya pada karyanya, tanpa
mengurangi pedulinya pada segmen pasar.
-
Perbedaan antara sastra dan
pop sangat tipis, dan bila diuraikan malah bisa tak berujung.
-
Writer Block sebenarnya
hanyalah rekayasa penulis. Cara membasminya adalah dengan cara membuat
kebiasaan menulis yang disiplin. Tanpa alasan!
Setelah materi diberikan, peserta dibagi tiga kelompok diberi waktu
membuat cerpen individu bertema selama 4 jam! Ya, EMPAT JAM! Bukan lagi flash
fiction, tapi cerpen minimal tujuh halaman. Dan akan dipilih pemenangnya
dari tiap kelompok. Jadi, bagi aku yang nggak terbiasa akan hal ini, jadinya cuman
bisa menghasilkan cerpen empat halaman. Poor me! (“-_-)/||
Skip langsung ke acara malam minggu. Kita dibawa ke asrama Diva
Press, tempat di mana Diva Press mengadakan acara khusus bagi anak yang tidak
mampu untuk dilatih menulis dan menghasilkan karya. Di sana disediakan
angkringan yang diisi oleh nasi kucing dan makanan khas Jogja. Setelah makan-makan,
peserta tiap kelompok harus mempersembahkan penampilan di malam itu. Jadi,
wajar ya kalo acaranya koplak banget. Ada yang nampil kaku gara-gara kurang
persiapan, ada yang nampilin stand up comedy, ada juga yang nyanyi
berbagai lagu –yang sebenarnya- lagu sama nada gitarnya nggak nyambung. Hahaha,
kacau parah! :D
***
Hari kedua.
Kali ini peserta disuguhi materi pemasaran oleh Mas Aconk selaku divisi marketing
di Diva Press. Ia mengajukan beberapa data buku-buku best seller dan
proses pemasaran buku yang dilakukan di Diva Press. Ia juga menjelaskan
bentuk-bentuk honor yang diberikan oleh penulis buku dari penerbit. Di antaranya,
ada honor yang bersifat royalty, jadi mendapat upah 10% dari penjualan buku. Dan
honor bersifat oplah; mendapat honor di awal ketika penjualan buku 4000
eksemplar.
Mas Acong juga menjelaskan taktik menghadapi pembajakan buku yang
menjamur. Dengan cara, penerbit membajak buku bajakan dan menjualnya dengan
harga lebih murah daripada buku bajakan. Karena di Indonesia susah sekali cara
menghentikan system membajak itu, jadi, mau tidak mau harus ada cara yang
mengakalinya.
Sesi materi hari kedua selesai saat Ashar, jadi para peserta dibebaskan
sampai jam delapan malam.
***
Penutup.
Ada yang tahu apa yang mengesankan dari penutupan ini? Jawabannya adalah,
di sini, salah satu peserta ada yang cinlok dengan alumni Kampus Fiksi 1. Waaw!
^o^
Si cowok memberikan kesan baik pada cewek di depan umum, saat ia diminta
menjadi peserta yang memberi kesan tentang Kampus Fiksi 3. Awalnya dia
bercerita kesan tentang Kampus Fiksi, dan berakhir dengan kesannya pada cewek
itu. Lucu! Kadang-kadang terdengar ada nada pernyataan perasaan, namun di sisi
lain, kita para audience hanya menganggap itu sebagai lelucon belaka. Jadi,
kalau cowok itu baca tulisan ini, bisa dijelasin, malam itu sebenarnya
penembakan atau bukan? :D
At least, acara Kampus Fiksi benar-benar keren. Sempat bikin
amnesia, kalau sehari setelah tiba di Jakarta aku harus UAS. So, pulang dari
sana, aku jadi punya motivasi baru, ide-ide baru, teman baru, semangat baru,
emosi baru, meskipun konfliknya saat ini harus bertentangan sama tugas-tugas
kuliah yang menumpuk. Tapi nggak bikin lupa sama pesan teman-temanku saat itu; “Kalau
kita ketemu lagi, kita tukeran novel buatan kita sendiri ya. Semangat!”
Comments
kangen bgt sama kampus fiksi 3! Pokoknya wajib tukeran novel masing-masing kalo ketemu lagi ;)