Sinopsis:
Ini tahun keempat bagi Aimee, Tami, dan
Diana. Semester yang seharusnya menjadi tahun kelulusan bagi mereka. tapi
kenyataannya, justru berbeda. Diana tidak tertarik untuk menyusun tugas akhir
karena itu berarti ujung kedekatannya dengan Aurich, lelaki yang disukainya.
Kehidupannya banyak berubah setelah mengenal
si cewek perfeksionis Tami Hiromasa dan si cewek perebut kekasih orang, Aimee
Verall. Di samping ketiganya terlibat sebuah proyek film, ada alur percintaan
yang membuat mereka kerap berbenturan.
Persahabatan itu memang penuh warna, dan
nikmatilah selama kau bisa.
***
Alhamdulillah,
dengan segala kasih sayang Allah, aku tidak henti-hentinya mengucap syukur. Juga
tentunya pada kedua orang tua, yang menjadi perantara dari ridho-Nya sehingga
yang biasa jadi khayalan perlahan jadi nyata. Rasanyaaa… kayak habis makan
cokelat keju dalam porsi banyak, terus divonis dokter nggak bakalan gemuk. Hehehe
*maklumlah, aku tukang ngayal* ;P
Sejak aku
post di berbagai socmed tentang Melodie der Liebe, terang aja pasti banyak
pertanyaan masuk, dan yang paling populer itu begini:
-Artinya
Melodie der Liebe apa?
-Ceritanya
tentang apa?
-Kenapa
harus di Jerman?
-Terus
gimana bayangan di Jermannya?
Dst… dst.
Nah, kalau
begitu aku jawab nomer dua dulu ya, dan jawabannya tertera di sinposis atas.
Heuheu. Kalau penasaran, bisa order langsung ke toko buku terdekat ;p.
Sedangkan Melodie der Liebe itu sendiri, berarti Melodi Cinta kalau dalam
bahasa Indonesia. Kenapa harus di Jerman? Ehm, Ehm.
Sebenarnya,
setelah beberapa kali ikut berbagai seminar kepenulisan, kesimpulan yang bisa
kutarik dari minat pasar terhadap fiksi remaja Indonesia adalah penggunaan setting
luar negeri, termasuk di bagian Eropa. Akhir-akhir ini memang yang sedang
menjamur itu soal Asia timur; Korea, Jepang. Tapi, karena aku mau cari sensasi
sendiri, keluarlah dari lingkaran Asia Timur meskipun sebenarnya demen
banget Korea. Hihihi. Jadi, setelah pilah-pilih, kena lah Jerman jadi objek
cerita.
Sebenarnya yang
diperlukan dari menulis cerita di luar negeri adalah riset yang mendalam, apalagi
kalau kita sendiri belum pernah ke sana. Mencari seluk-beluk budayanya,
kebiasaannya, bahasanya. Memang alangkah lebih baik kalau kita pernah
menginjakkan kaki di sana, jadi bisa bercerita dengan ringan. Tapi, penulis
juga berhak untuk berimajinasi, lalu bercerita apa yang ia suka. Dan segala
imajinasi yang berkeliaran, maka riset lah yang mengarahkan pada jalur yang
aman.
Sampai di
sini, ada yang sulit dicerna? Heuheu.
Selanjutnya,
aku suka musik dan film. Jadi, setelah riset tentang Jerman, ketemu lah
universitas perfilman di sana. Yup! Cerita ini tentang anak kuliahan, dan tentu
saja tidak lepas dari masalah percintaan :D. Musik dan film aku padukan,
jadilah proyek drama musikal. Jadi kalau
ditotal; Anak kuliahan, terlibat proyek drama musikal, di salah satu
universitas di Jerman.
Proses pembuatan
novel ini sekitar 4-5 bulan di bawah bimbingan editor Kampus Fiksi, Mbak Rina
Lubis. Selama itu, diperlukan kekuatan napas agar bisa menyelesaikan sampai ending.
Beda sama membuat cerpen yang nggak sampai seminggu bisa selesai. Novel butuh
kesabaran dan konsekuensi, pasti! And I should say thanks to her, karena sebagai editor, Mbak Rina punya sense yang kuat dan tajam dalam
mengedit, terutama dalam meluruskan logika cerita. Beberapa kali aku harus
revisi, dan yang paling utama dari penulis itu adalaaah… punya mental tahan
banting ketika naskah kita dikembalikan dalam keadaan penuh coretan tanda harus
diperbaiki. Nggak jarang dari penulis yang ngedrop di bab sekian setelah
menerima kritikan dari beberapa sisi, hasilnya molor buat melanjuti. Nah, kalau
kritikan bisa buat kita kuat, kenapa kita harus percaya pujian yang bisa
membuat kita lemah, bukan? Dalam berkarya seperti apa pun, pasti pernah
mengalami masa-masa seperti ini.
Banyak terima
kasih juga buat teman-teman yang dengan baik hati untuk membentangkan tangannya
dan merangkulku yang berusaha sedemikian rupa agar mewujudkan khayalan jadi
nyata. Dalam kasus ini, aku berterima kasih banyak pada Fadhilah P. Sari yang
kini sedang merintis kuliah kedokteran di Bochum, Jerman. Kami rela uber-uber
sinyal dan mencocokkan waktu demi bisa skype-an, dan dia dengan baik
hati mau bantu aku dari awal. Cari informasi, berbagi cerita, dan banyak lagi.
Jadi, buat yang baca tulisanku di sini, mari kita doakan bersama-sama supaya
dia lancar di sana, dan pulang ke tanah air dengan selamat, jadi bisa sama-sama
memajukan bangsa nantinya. Aamiin!
Terus juga,
buat Dita dan Indah, teman sekamar di kosan yang rela jadi korban
pertanyaanku kalau lagi kehabisan kata-kata. Hahaha, kalau flashback ke
kejadian kemarin-kemarin, nggak jarang dari kita malah terjebak di adegan
seperti ini; aku mencari tahu kata sambil memvisualisasikan dengan gerakan,
mereka yang harusnya tinggal jawab malah ikut penasaran sampai besoknya. Errr,
maklumlah, kita belum jadi thesaurus berjalan… :D
Lalu-lalu-lalu,
pada guru menulisku. Terima kasih banyaaaaaak buat Panda Taufan E. Prast, Bunda
Erawati Tf, dan Mami Yusi Rahmaniar. Mungkin kalau nggak
ada mereka, yang namanya khayalan, akan terus berada di dalam koridor khayalan.
Paling
penting! Buat penyedia ruang kreasi, Abuya Edi Akhiles, sebagai pimred
Diva Press yang (masih mengira) aku keterusan mainin simsimi. Ampun, Pak. Saya
khilaf. Saya lagi selingkuh membesarkan Pou. *abis ini ditagih naskah baru*
*pantengin laptop*
At least, banyak
yang istimewa sebenarnya, cuma kalau ditulis satu-satu, keyboard
laptopku bisa jebol. Hohoho. Dan untuk mereka yang istimewa, perkenankan aku
mempersembahkan karyaku mendarat di deretan koleksi buku mereka. Semoga
sukaaa!! ^^
Oh ya, sekalian juga. Aku pernah posting soal tulis-menulis, dan kalau berkenan membaca, bisa klik di sini.
Sekian dari aku. Kita bertemu lagi di postingan lainnya. Salam juga dari Melodie der Liebe, katanya, jangan lupa culik dia di toko buku dengan 38000. Hohoho!
Love,
-AF
Comments