Well, pertama-tama
aku nggak tahu harus berterima kasih seperti apa lagi ketika menemukan wifi
kosan sudah menanggalkan troubleshoot-nya. Hohoho. Sesuatu yang alhamdulillah
sekali, setelah berhari-hari memendam kesabaran untuk bisa kembali bercerita di
sini. Cerita tentang travelling liburan kemarin, mungkin? :D
Entah dari kapan,
aku menyimpan mimpi untuk punya liburan menyenangkan, yang tidak sekadar
berjalan dari Bekasi-Ciputat, atau ziarah ke mall-mall daerah Jakarta. Terlalu monoton,
tentu saja. Jadi, sebelum liburan berlangsung, rencana setidaknya perlu
dimatangkan hingga 50%. Bahkan, terkesan lebih matang dari UAS-nya sendiri
*nyengir kuda*.
“Le, gue udah dapet tiketnya. Kita berangkat
tanggal 8!”
Sent. Sudah
kukirimkan foto karcis bus lewat BBM kepada Lele, sahabatku. Oh ya,
ngomong-ngomong, perjalanan kali ini berbeda dengan travelling yang
kuceritakan sebelumnya. Sekarang aku ditemani Lele –sahabatku yang pernah
diceritakan di sini juga- menuju Pare, sebuah tempat di Kota Kediri yang punya
julukan Kampoeng Inggris. Dalam rencana yang kami susun, kami akan menetap di
sana sekitar satu bulan. Bukan untuk belajar bahasa Inggris, tapi Bahasa Arab. Ada?
Oh, tentu saja. Meskipun terkenal dengan Inggrisnya, Kampoeng Inggris juga
menyediakan beberapa lembaga kursus yang mengajarkan Bahasa Arab. Hanya beberapa,
tidak sedominan lembaga Bahasa Inggrisnya.
“Oke, Fhe. Kita yakin nih nggak mau pake kereta
aja?” Lele membalas.
“Kalau gue sih males rempong, Le. Bawaan kita banyak, kalau ke
stasiun harus naik kopaja. Bakalan susah. Kalau naik taksi, nanti habis di
ongkos. Kalau naik bis kan tinggal naik angkot sekali.”
Selain
pernah jadi classmate, Lele juga asyik buat jadi shoppingmate,
travelmate, bahkan jadi nyasarmate. Hoho. Sebelum ini, kami sudah
terlatih untuk berjalan jauh beserta nyasar-nyasarnya. Waktu itu pernah
mengitari Monas tanpa sengaja, padahal
niatnya nyari halte busway. Muter-muter Tanah Abang juga pernah, lewatin
jalan yang se-sotoy-nya kami, dengan hasil kaki gempor. Selain itu masih banyak
lagi. Dan anehnya, kenapa kebanyakan jalan nyasar itu sama dia?? :p
Jadi,
dengan tekad yang kini berlebih, kami akan coba menempuh jalan yang
berkali-kali lipat jauhnya. Bertolak dari Jakarta, dan menuju tempat yang hanya
berbekal cerita teman-teman yang pernah ke sana. Kami bahkan belum booking lembaga
di manapun yang nanti akan kami tempati. Karena kata Nuyuy –sahabatku yang
lain- di Kampoeng Arab bisa langsung daftar jadi kami bisa survey di tempat.
So, Pare,
here we come!
Kenalan dulu; ini Lele. ^^ |
***
Sebelum ini,
Lele pernah bercerita kalau dia suka mabuk darat. Huft, dasar anak laut! :p Jadi,
perjalanan di bis yang panjang itu, sebagian waktunya dihabiskan untuk tidur. Kami
berangkat dari terminal Lebak Bulus jam setengah dua siang dengan bis
eksklusif. Penumpangnya sedikit pula, jadi kami leluasa untuk memilih tempat
duduk –padahal sudah ditentukan di masing-masing karcis. Entah berapa kali Lele
sudah bertanya dalam bis tentang posisi kami sekarang. Jadi, aku yang
sebenarnya nggak tahu juga, buru-buru cek di iPad lewat aplikasi map atau
Path.
Beruntung aku
pernah pulang kampung ke rumah Mbah di Solo dengan mobil, jadi setidaknya tau
sedikit-banyak soal jalanan daerah Pantura. Tapi, untuk pulang kampung yang
satu itu, aku nggak pernah sendiri. Perjalanan sendiri dan paling lama itu ke
Kuningan-Jabar. Sekitar dua minggu di sana dan itu pun sedang PPM (Praktik
Pengabdian Masyarakat) tugas akhir di pesantren dulu. Jadi, sekarang ketika
berencana pergi sebulan dari rumah, sempat kebingungan barang apa aja yang akan
cukup untuk dibawa. Dan hasilnya, setelah menimbang-nimbang dan melakukan
seleksi cukup lama, satu koper dan satu ransel besar siap menemani. Isinya sudah
mencakup; laptop (jaga-jaga buat nulis), iPad (buat nemenin ponsel yang
kondisinya siaga 1), SLR (alat wajib saat liburan!), dan BB. *Ini kesannya niat
banget liburannya daripada belajarnya.* :p
Dan perlu
kalian ketahui, hal yang menurutku menyedihkan selama perjalanan panjang menuju
Kediri (bis kami tiba di Kediri dulu sebelum lanjut ke Pare), ada banyak. Salah
satunya, seperti yang sudah kupaparkan di atas, kalau penumpang bis kami cuma
sedikit. Jadi, beberapa kali sopir memanfaatkan kesempatan ini untuk menyetel
lagu kencang-kencang. Awalnya sih oke, lagu-lagu pop Indonesia –meskipun aku
yang suka lagu Korea ini nggak begitu update-, setidaknya mengerti walaupun sesekali
aku mengernyit saat menonton video clip yang oh no-no! tapi, kelanjutannya justru lagu Jawa yang
bikin semakin mengernyit. Kalau saja di bis ini isinya teman-teman segengku di
kampus, mungkin kita bisa bajak nih bis dengan karokean kali. Hoho.
Salah duanya,
I was unlucky buat kedapatan teman seberang bangku yang talkative. Seorang
lelaki paruh baya yang suka banget bercerita panjang beserta kepo ke aku. Rada risi
memang, dan aku belum nemu caranya buat berhentiin secara terhormat, saking nggak
nemu celanya. Dan oh ya, beliau itu, saat kita kepoin balik malah enggan
menjawab. Nyebelin, kan? Jadi, saat bus kami masuk daerah Kp. Rambutan sampe
Majalengka, di tengah-tengah dia bercerita
-sesuatu yang sebenarnya nggak aku peduli banget- aku memutar otak. Barangkali
ada ide muncul untuk stopping beliau. Lihat Lele? Oh dear, she’s
asleep. -__-
Balik lagi
cerita tentang Kampoeng Arab. Dari informasi yang kugali dari Nuyuy, Kampoeng
Arab itu wajib pake rok! Dilarang jalan-jalan di sekitar maskan/dauroh memakai
celana bagi perempuan. Tentu, aku sudah mengantisipasi dengan membawa beberapa
pasang rok, dan membawa celana jeans untuk berjaga-jaga (barangkali akan
ada acara jalan-jalan non rencana). :p
Shomimuhu,
(ciyeh,
pake bahasa Arab) ;p, tepat pada tanggal 9 Januari, kami tiba di Pare dan
langsung daftar di Ocean jam 9 pagi. Lebih cepat dari perkiraan memang. Dan alhamdulillah,
kami diterima untuk belajar di sana selama sebulan.
Hey
holiday, we’re coming. Ahlan wa sahlan, Pare! ^^
Comments