Selesai dari
euphoria Melodie der Liebe, mari kita kembali cerita tentang Pare, hehehe.
*setidaknya, aku harus istiqamah buat nuntasin cerita ini sampai akhir*
Jadi, waktu di
sana, ada dua taqdim yang menjadi tugas para murid. Yang satu taqdim presentasi
di depan kelas, yang satunya lagi taqdimul hifdzi alias setor hafalan di
dua minggu terakhir sebelum pulang.
Nah,
alhamdulillah aku diberi kesempatan buat presentasi di depan kelas, jadi ada
yang bisa kuceritain di sini. Hahaha. Sistemnya dipilih satu hari sebelum maju.
Tema bebas. Dan berhubung murid sekelasku lumayan membludak, jadi nggak semua
kedapatan.
Saat itu,
aku diberi giliran maju di dua minggu terakhir sebelum pulang. Aku lupa hari
apa. Yang jelas, saat itu bagian jamnya Ustadz Thoyyib. Dan seperti yang
sudah-sudah, meskipun beberapa kali ditugaskan maju depan umum (dalam bentuk
apa pun), nggak menutup kemungkinan kalau aku nggak bakalan demam panggung. Setelah
resmi ditunjuk, hal pusing yang harus dihadapi adalah nyari topik. Meskipun sebenarnya
banyaaak banget topik yang bisa dibahas, tapi aku merasa buntu. Beberapa teman
bantu menyumbang ide. Katanya, karena aku suka Korea, jadi bisa bahas tentang
bahasa Korea yang tengah kupelajari. Ah, kayaknya kurang tepat deh. Mengingat kelasku
aktifnya parah banget, jadi malas buat angkat topik itu. Antisipasi aja, takut
disuruh translate macam-macam. Tau sendiri mereka bagaimana… heuheu.
Bahas tentang
drama Korea yang lagi aku suka? Nggak nyambung juga! Nanti lagi seru-serunya
membahas, syukur-syukur mereka dengerin. Kalau mereka malah buat drama sendiri
di kelas tanpa aba-aba? Bikin terharu. Bahas tentang aktor drama kesukaan,
misalnya mas Micky Yoochun? *ehm* ngeri kalau ternyata ada yang ngefans sama
aku di kelas terus jealous. *emang, lo siapa, Fi?* -___-
Dan setelah
mengerucutkan ide, jadilah aku memilih topik yang ringan; Manfaat membaca buku
bagi kesehatan manusia. Jiaah, tsaddap! Kedengarannya alamiyah banget bahasannya.
Padahal, semua berkat Mbah Google. Matur nuwun, Mbah…
Waktu presentasiku
nggak sampai lima menit. Karena takut nge-blank jadi bawa kertas hafalan
–yang sebenarnya nggak boleh dan nyaris disita sama ustadznya waktu aku maju. Tapi
dengan kekuatan puppy eyes, aku diperbolehkan deh. Yes!
Bukan kelasku
kalau nggak aktif nanya. Dan aku merasa beruntuuuuung sekali karena cuma ada
dua penanya. Entah mereka lagi seragaman makan apa semalam, jadi nggak
bawel-bawel amat –meskipun pas presentasi dan aku stuck di kalimat idza
berulang-ulang, mereka malah nyanyi: idza anta saidun shofiq yadaik!
(kalau kau suka hati tepuk tangan!) -> remake dari lagu Indonesianya. Errr. Dan
alhamdulillah, tingkah laku mereka yang begitu, nggak perlu buat aku heran.
Ada juga taqdimul
hifdzi. Alias setor hafalan. Ini tugas yang lumayan bikin ketar-ketir di
minggu-minggu terakhir sebelum pulang. Buat yang kelas Aidina satu, target
hafalannya 1750 kata. Sedangkan di Aidina dua, 2000 kata. Dan itu harus dari
kosa kata yang kita catat sehari-hari! Maknyuuus. Oleh-oleh yang maha keren
sebelum pulang.
Sistem taqdimul
hifdzi ini berdasarkan kelompok. Jadi, satu kelas itu dibagi empat
kelompok. Masing-masing murid menyetor hafalan pada teman sekelompoknya
masing-masing. Dalam kasus ini, aku mau berterima kasih banyak buat Sarah yang
mau jadi teman begadang buat hafalan. Eh, bukan sama-sama hafalan maksudnya. Di
sini aku doang yang hafalan, sedangkan dia main games. Mulai dari games
di iPad sampai baterainya habis, abis itu beralih ke laptop, sampai nggak sadar
kalau kita menghabiskan malam bersama di teras kamar –jangan ada yang bayangin romantis
di adegan ini. hahaha. Kita yang sebenarnya sama-sama menguap, tapi karena
ngobrol hal-hal yang lucu, jadi lupa kalau ngantuk. Taqdimul hifdzi sampai
ketawa-tawa, sampai kayaknya yang suka bertugas ketawa malam-malam itu lupa
sama tugasnya. Atau emang sengaja ngasih giliran ke kita di malam itu? Bisa aja
sih…
Sayangnya,
cuma bisa malam itu aku begadang sampai pagi. Di malam-malam selanjutnya
terlanjur tepar karena ngurusin masrohiyat. Mana parahnya, di malam kedua mau
begadang, Sarah justru ninggalin aku yang ketiduran di teras depan kamar. Walhasil,
pagi-paginya aku ditemukan oleh Nadia kayak anak gelandangan. Dasar songooong…
(>,<)
Taqdimul
hifdhi-ku
nggak sampai dua ribu. Cuma bisa sampai 1125. Ngenes. Sesuatu yang masih
membuatku merasa belum puas berada di Pare kalau belum nuntasin itu. Tapi, mau
gimana lagi? Al waqtu qod intaha…
-AF
Comments