Sejak
pertama kali resmi jadi penghuni baru kursus OCEAN, hal yang pertama kali harus
kulakukan adalah beradaptasi langsung dengan kegiatan maskan yang
(ternyata) seabrek. Hohoho. Oh ya, sebelum cerita apa saja kegiatan di maskan,
aku mau cerita sedikit soal kesanku di Pare secara keseluruhan. :D
Layaknya
desa lain yang menempati pulau Jawa, Pare juga kampung yang sederhana. Penduduknya
yang kulihat kebanyakan anak rantauan yang mau belajar di sana, entah itu bahasa
Inggris atau bahasa lain yang disediakan di sini. Kendaraan utama kami para
pelajar adalah sepeda –dan tentu saja aku harus beradaptasi dan membiasakan
diri bersepeda dengan mengenakan rok atau gamis. Yup! Banyak rental sepeda yang
menyediakan untuk disewa perminggu atau perbulan. Dan… yang paling penting
(dari hasil pengamatan jeli dompet mahasiswi), makanan di sana murah meriah dan
banyak. Telak deh, gagal total diet tiga
bulan kalau begini caranya. Mana makanan penunjang diet lumayan susah buat
ditemukan di Pare. Beda kalau di Ciputat. Huuu~
#abaikan: ini sepeda |
Satu minggu
awal di sana bisa dilewati dengan mudah. Meskipun ketar-ketir dengan kondisi BB
yang makin sekarat, dan akhirnya mati dengan terhormat! Bisa
dibayangkan? Kondisi lagi di kampung orang dan ponsel dengan seenaknya menemui
ajal? Dan yang lebih sedihnya lagi, ketika masuk-keluar toko ponsel, rata-rata pemiliknya
nggak kasih solusi yang memuaskan, “Mbak coba pakai batere atau chargeran kodok
temannya dulu, kalau cocok baru ke sini lagi.” Err!
Untung saat
itu bawa iPad. Jadi bisa komunikasi di socmed. Dan terima kasih untuk Mami Yusi
yang mengizinkanku pakai ponsel FLP saat di sana. Sedikit banyak sudah sangat membantu. :*
Anyway, tentang
cerita kegiatan di maskan, hmm, mulai dari mana dulu, ya? Oke, random
aja deh ya… :p
Untuk
kegiatan harian, tiap pagi setelah subuh kita memulai dengan pemberian kosa
kata yang jumlahnya tak tentu (karena aku juga jarang hitung totalitasnya,
sih…) hehe. Dibentuk dalam dua kelas; Kelas Senior (Fashlu Kibar: terdiri
dari anak-anak yang belajar di Aidina 2 dan 3) dan Kelas Junior (Fashlu
Shighor: cukup untuk anak Aidina 1). Kegiatan ini rutin kecuali untuk hari
Sabtu dan Ahad –yang kemudian diisi oleh jalan-jalan pagi di hari Sabtu dan
bersih-bersih di Ahadnya.
Berhubung
aku nggak punya dokumentasi foto kegiatan Fashlu Shighor dan Kibar,
jadi, aku mau share ke kalian foto jalan-jalan paginya aja deh, ya.
Hehehe.
Ini dia:
Berkumpul dan bernarsis ria setelah kecapaian main. :p |
Dalam
jalan-jalan juga, peraturan masih diberlakukan. Kita semua jalan-jalan pakai
rok dan nanti berhenti di suatu tempat luas. Di sana akan diadakan permainan
kecil berbahasa Arab. Entah itu tebak-tebakan atau apa, yang jelas para anggota
mesti terjun di sana.
Sama dengan
kegiatan jalan-jalan, kegiatan mingguan yang rutin dilakukan ada muhadhoroh (pidato),
musyahadah aflam (nonton film), mujadalah (debat) dan lain-lain
(yang sebenarnya aku lupa karena beberapa kali bolos :p)
Dalam mujadalah,
kami dibagi dalam beberapa kelompok. Dan yang paling aku ingat ketika kami
dibagi menjadi tiga kelompok dengan topik yang harus dipilih; ilmu, cinta, atau
uang. Aku sendiri masuk kelompok yang pro pada uang. Jadi, situasi
memanas ketika pihak yang membela uang dan ilmu saling beradu argumen,
sementara pihak yang mendukung cinta sempat bilang, “wah, nggak ada yang
nyanggah kita. Hayya narji’!” –yang kontan memberi efek gelak tawa bagi
yang lain.
Kelompok debat. Masing-masing pemberi argumen harus mengemukakan pendapatnya dengan berbicara lantang dan berdiri! |
Dan muhadhoroh,
sayangnya aku nggak kebagian waktu untuk pidato. Sebenarnya ada, tapi aku
keburu izin untuk pergi ke Jogja waktu itu. Jadi, sayang sekali saat di sana
hanya kebagian waktu masrohiyat-nya di waktu istirahat akhir. Finally,
kami memilih drama untuk ditampilkan dan ternyata… nggak jelas
banget. Errr… :p
Masrohiyat atau drama. Dek Bibin (adik |
Sementara
untuk kegiatan yang cuma sekali selama sebulan –dan yang aku ingat- itu ada
perayaan Maulid Nabi! Di mana semua anak putri berkumpul menjadi satu di dauroh,
menyenandungkan shalawat bersama, mengaji, dan menonton nasyid yang dinyanyikan
oleh teman sendiri. Syahdu banget rasanya... karena saking udah lamanya nggak
kumpul sama teman dan merayakan acara seperti ini. Suasana pondok semakin
berasa. Kebersamaan menjadi penguat dalam persahabatan.
Suasana sholawatan di Maulid Nabi dan para penyanyi yang bersuara merdu... *aku mana aku [?]* |
Selain
kegiatan rutin yang kuceritakan tadi, ada juga kegiatan asyik sendiri yang
bikin lupa waktu dan nggak sadar kalau kita lagi merantau. Hihi. Yaitu jalan-jalan
dan keluyuran sendiri! Memanfaatkan waktu luang seasyik mungkin untuk melihat
tempat-tempat baru yang belum pernah dituju. Meskipun tempat rekreasinya nggak
seramai di Jakarta, tapi benar-benar lumayan banget buat yang bela-belain diri
gowes sepeda demi cuci mata. Setidaknya, ada kenangan buat foto-foto lah. Hehe…
Here we goes…
Di kaki Garuda Park... |
Dan tentang
kegiatan rutin yang tadi kuceritakan di atas itu, sedikit demi sedikit bisa
menumbuhkan bibit kecintaan dalam bahasa Arab tanpa disadari. Selama ini, bagi
yang mengalami, itu hanya dirasakan sebagai ajang seru-seruan. Yang kita tau; permainan
selesai, dan bagi yang kalah berpacu untuk menang di kesempatan lain kali untuk
memperbanyak kosa kata. Ngomong-ngomong, buat yang sedang menekuni belajar
bahasa asing –apa pun itu-, taktik seperti ini boleh dijadikan contoh, kalau suatu
saat kita bosan dengan kegiatan monoton yang hanya bertatap muka dengan
buku-buku. Variasi lain memang perlu banget dilakukan agar ada
penyegaran.
Dan, itu
ceritaku. Lanjut lagi di cerita [Pare 6] selanjutnya… ^^
Comments