Minggu, 15
Juni 2014
Hal yang
paling aku suka di hari ini adalah full of teriak-teriak. Dari pagi dilanjut
lagi malamnya. Pas pagi hari, jadwal kami adalah Outbound. Awalnya aku udah
males kalau disuruh kotor-kotoran kayak zaman Pramuka dulu. Tapi ternyata
nggak. Dan surpriseeeee…! Nama
Outbound-nya itu Lava Tour kalau nggak salah. Dibuka dengan jogging, naik jeep
di sekitar Merapi berasa anak Running Man, mampir ke museum peninggalan korban
Merapi dulu, ke batu Alien (Do Min Joon mana Do Min Joon?), ke Bungker,
teruuuuss…. Berpetualang di jalanan terjal bersama jeep itu. Teriak-teriak? Oh,
tentu saja. Aku yang satu jeep sama Teh Pia, Mamah Lia, duduk di belakang kompakan
teriak-teriak. Mas Ersa? Ngelambaiin tangan sambil telepon mamanya bilang nggak
sanggup. Hehehe, nggak ding, Mas Ersa kalem duduk di depan. Tapi menurut sindikat
yang terpercaya, kalemnya Mas Ersa saat itu adalah proses campuran antara masih
buffering dan konflik batin sendiri. Buktinya? Muka pucat dan tangannya
yang nggak lepas mencengkeram besi bawah kursi. Ngoahahahaha!
Kalau bareng-bareng gini, namanya masih selfie nggak, ya? Apa udah berubah jadi togetherie? :)) |
Ketika jeep masuk ke medan yang makin menegangkan, dan kami masih eksis depan kamera. Cyiha!! |
Kalo Pak Edi tanya, "Piye kabare? wenak jamanku tho?" aku bakal jawab, "iya, Paaaaakkk! Enak bangeeeett!" |
Selesai
outbound, acara penutupan langsung di Villa. Sekaligus pengumuman pemenang dan
peserta teraktif. (*eh, aku lupa ding, ini sebenarnya diumumin di malamnya apa paginya pas penutupan). Tapi, karena udah terlanjur, aku tetap mau ucapin: Felicitation Mas Say dan Kak Reza atas penghargaannya! We
proud of you!!!
Begitu acara
penutupan selesai, kami meninggalkan Kaliurang menuju Asrama, beberapa di
antara kami sudah curi start buat pulang. Tapi, sebelum pulang,
ditraktir Mamah Lia n Mas Say duluuu makan Pizza! Thank you, bothhh!!
Oh ya, tadi
aku bilang malam-malamnya teriak lagi, ya? Iya, kami teriak-teriak lagi. Di ruang
karaoke. Jadi, para peserta yang pulang hari Senin (Aku, Kak Didi, Teh Ghyna,
Mamah Lia, Mas Ersa, Kak Reza, Teh Pia dan Mala) mengisi waktu buat karokean
sampai tengah malam. Pulang-pulangnya, ternyata di asrama gelap-gelapan.
Dikirain ikut karokean, ternyataaaa… mati lampu. Jegeer.
Panjang
banget ya tulisanku? Hehe. Aku juga nggak ngerti, kenapa waktu 4 hari yang
singkat itu menghasilkan cerita, kesan, momen yang panjang juga bermanfaat.
Ketemu teman-teman Kampus Fiksi Emas beserta para panitia yang begitu rame dan
sama alaynya bener-bener bikin betah sekaligus merasa dalam lingkaran keluarga
baru –minus Teh Reni yang sakit, syafakumullah, Teh...
Terima kasih
yang banyak, besar, tulus, buat Pak Edi Akhiles, Bunda May (apalagi sotonya,
enak, Bund! Hehe) dan seluruh kru Diva Press -Mbak Rin, Kak Ve, Mbak Ayun, Mbak
Ita, Mas Wahyu, Mas Aconk, Mas Sukur dkk yang nggak bisa kusebutkan satu
persatu- tapi tidak mengurangi rasa hormatku untuk berterima kasih atas semua
sambutan hangatnya, rangkulan kekeluargaannya, amal kebaikannya, yang aku sendiri
nggak tahu bisa membalas semuanya bagaimana. Tapi setulus hatiku, mendoakan
mereka semua yang sudah bersusah payah untuk kami agar tetap sehat, dan semua
energi yang dikeluarkan sebagai pemberat amal di hari kemudian. Aaamiiin.
Kalau nggak ada acara ini, mungkin aku hanya kenal yang eror-eror
sebatas di dunia maya. Nggak tahu kalau Evi (Iya, kamu yang pertama kali
aku sebut. Kamu. Iya, kamu…) –yang jarang muncul di Whatsapp, ternyata aslinya the
queen of erorisme di kelompok kami. Nggak tahu kalau Mas Sayfullan
si juara satu yang kupikir orangnya jarang bercanda itu ternyata aslinya binal
sampai satu kelompok terpengaruh (Hayoloooo, Mas Saaay). Nggak tahu kalau Teh
Ghyna yang awalnya kukenal pendiam juga aslinya jago acting di drama
penutupan. Nggak tau kalau Mas Ersa (*baca pembalasanku, Mas!) yang di
Whatsapp itu orangnya nyebelin, ternyata aslinya (lebih nyebelin juga :p) tapi
punya wajah innocent, lugu, suka buffering, dan jago bikin twist
di percakapan sehari-hari (*tiba-tiba kebayang muka penuh auratnya Mas Ersa) (*rasanya
ingin segera lempar cadar). Dan yang
terakhir… nggak nyangka kalau Kak Dian Iriana, yang awalnya cuma
omong-omongannya Teh Ghyna kalau kami mirip banget itu ternyata mirip beneran.
Dan parahnya yang nganggep mirip hampir semua yang ada di KF Emas;
Mbak Vivi yang sebenarnya udah ketemu aku di KF 6 dulu harus loading
saat ketemu di KF Emas. Tau yang dia bilang? “Tadi tuh aku bingung, kalau di
situ Didi, terus ini siapa?” aku jelas cengo.
Terus bukti
keduanya, waktu absen di Villa Kaliurang. Saat itu aku udah di tunjuk tangan
saat namaku disebut. Eh, malah ditanya, “Lho, katanya tadi kamu Dian Iriana?”
Aku speechless.
Satu detik, dua detik, setelah itu teriak, “Kak Didiiiii!!” masuk ke dalam
kamar. *puk-puk diriku sendiri*
Sama kayak
Kak Didi, aku orangnya suka menyangkal kalau dimirip-miripin. Tapi entahlah,
sekarang ini pas lihat foto kadang suka keder sendiri. Kadang-kadang nanya ke
Kak Didi, “Kak, ini aku atau Kakak sih?” haha, saking lupanya muka sendiri,
LOL!
Oh ya, tadi
ungkapan terima kasih yang begini ketinggalan. Terima kasih buat Pak Edi dan
kru #kampusfiksiemas yang sudah menyatukan kami. Nggak nyangka ada acara
jalinan kasih di KFEmas :') Hiks. Setelah dua puluh tahun, disatukan selama empat hari,
lalu terpisah lagi. Begini tho rasanya punya kembaran… (susut air mata pake
naskah revisian *eh.) rasanya seru ternyata. Suka diajak foto bareng. *laaah.
Hahahhaa.
Cari sepuluh persamaan kami. Iya, bukan perbedaan. |
Oh ya, Pak
Edi bilang kalau peserta KF Emas nggak ada yang cinlok? Ehem. Maaf, Pak, bukannya mau membantah. Tapi menurut
pengamatan intersbujektif saya yang menggunakan pendekatan ekspresif (Eaaaak),
bahwa sekalipun kami tau aib masing-masing, ada yang ternyata berhasil cinlok
juga. Buktinya:
Pertama...
ciyeee.... |
Jadi, inti dari segala intinya,
kalau ada yang nanya rasanya ikut KF Emas, rasanya; Panassss, sensasionalll,
menggelitikkk, fenooomenal! -kata Evi
-AF
Comments