Hari ini,
aku menyempatkan diri untuk menulis ini. Menulis sesuatu yang (mudah-mudahan)
jadi spesial karena terbitnya di hari kelahiran.
Kalau mundur
ke belakang, tepatnya dua tahun yang lalu, mungkin di saat ini aku tengah
tersenyum karena kau ada. Memberiku selamat, doa, seperti yang lainnya.
Di hari ini,
hal yang sama terjadi. Aku tengah tersenyum menulis ini. Bedanya, kau tak lagi ada.
Tidak ada ucapan selamat darimu, tidak ada doa yang terselip di antara gurauan
kita, dan kau menghilang. Sejak hari itu, tak ada lagi percakapan di antara
kita.
Di hari itu
juga, aku berdoa. Semoga, entah kapan, kalau kita bertemu lagi, dunia akan
menunjukkan bahwa kita telah bahagia dengan jalan yang kita tempuh sendiri.
Doa itu
ternyata dikabulkan Tuhan dan aku terlambat sadar. Entah sejak kapan, aku tak
lagi merasa kosong sekalipun kau hilang. Kita belum bertemu lagi, memang. Tapi Tuhan
sudah membawaku pada jalur kebahagiaan.
Kau tahu? Dia
sahabatku sendiri. Awalnya aku meragukan ini. Mempertanyakan sesuatu yang
mungkin saja berlandaskan dari perasaan gegabah dalam menilai. Tapi, kalau
dipikir-pikir, satu kesamaan kalian; meraih mimpi.
Aku tumbuh
sampai saat ini karena mimpi. Mimpi orang tuaku, juga mimpiku sendiri yang
semangat melanjutkan hidup dengan babak baru untuk dijelajahi. Padanya, aku
menemukan itu. Seperti padamu dulu. Dimulai dari perasaan kagum yang kemudian
hanya bisa kudefinisikan; kelak, aku ingin hidup bersamamu, pengejar mimpi. Sehingga
aku tak bermimpi sendirian dan kita saling membangun untuk mencapai sesuatu
yang kita inginkan. Menikmati perjalanan bersama, merasa lelah bersama,
menikmati hasilnya bersama.
Tapi, yang
sudah direncanakan bukan berarti semuanya sudah dikehendaki Tuhan, bukan? Aku boleh
saja gigih untuk mendapatkan sesuatu yang kuinginkan. Tapi bukan berarti aku
boleh memaksakan seseorang yang kuinginkan.
Dulu, memang
aku menginginkanmu. Sekarang, padanya, biar waktu yang menentukan arah dan
menemukan jawaban. Aku hanya bisa mengejar sesuatu, omong-omong. Tapi sulit
(bahkan cenderung diam) untuk mengejar seseorang. Jadi, kubiarkan dia berkelana
mengejar mimpinya sementara aku hanya menonton diam-diam.
Ceritaku selesai.
Berhubung aku sudah melupakanmu, jadi cerita tentangmu singkat saja, tak apa,
bukan? Mulai saat ini, kita bisa lihat, apakah cerita tentang dia akan menjadi
topik utama sepanjang kisahku nanti atau tidak. Kalaupun tidak, mudah-mudahan
kau tak lagi mengisi ceritaku selanjutnya. Kau tahu kau membosankan, bukan? :D
-AF
Comments