“Nggak
kerasa, ya, kita udah satu minggu kuliah. Satu minggu resmi jadi mahasiswa. Padahal
kayaknya baru kemarin OSPEK. Bangun pagi, ribet ini-itu, pakai rumbai-rumbai
nggak jelas.... Jalannya waktu emang suka nggak berasa. Tau-tau nanti udah UAS,
ganti semester, tau-tau kita udah nggak di asrama dan pindah ke kost-kostan,
terus tau-tau punya adik tingkat, udah ada yang di-OSPEK lagi, abis itu KKN dan
PPKT, terus kita skripsian….”
Yeps, itu
percakapan kami—aku, Dita, Indah—waktu seminggu kita resmi jadi roommate.
Waktu itu kami masih di asrama. Masih jadi anak bawang banget di kampus dan
lagi adaptasi jadi anak kuliahan. Percakapan itu juga masih jadi topik basa-basi—sekaligus
jadi topik tebak-tebakan, “beberapa tahun lagi kita jadi apa, ya?”—belum benar-benar
kejadian…, kayak sekarang.
Untuk beberapa
alasan, kadang-kadang khayalan bisa jadi bumerang buat diri sendiri; sering
bertanya, “nanti kita jadi apa?” atau “ke depannya bagaimana ya?” tanpa ikut
menimbang ujung dari inti pertemuannya itu sendiri, “apa yang terjadi kalau
suatu hari nanti, kita berpisah?”
Oke, mungkin
waktu itu alasannya karena kita sendiri—atau mungkin di sini aku aja—yang nggak
tau sebenarnya kita bakal berapa lama jadi roommate. Karena mungkin aja selepas
keluar dari asrama, kita memutuskan untuk kost di beda-beda tempat. Tapi who
knows, kita bertiga—ternyata memilih jalur simple—untuk kembali
menjadi roommate di kost-kostan.
Sempat nggak
nyangka juga, sih, bisa langgeng sampai empat tahun sekamar. Banyak banget
yang dilewati. Dari ketawa-ketawa karena hasil review cerita yang
terjadi seharian, sampai ketawa-ketawa heboh gara-gara serial Running Man dan
teman-temannya. Dari sedih karena punya masalah, sampai sedih karena nonton
drama Korea.
Bakalan kangen
banget sama kalian; buka pintu kamar dan bilang “I’m hoooome…” terus laporan
atau dengar laporan yang terjadi seharian.
Melewati waktu
sampai nggak tau waktu karena tugas. Malam jadi siang. Siang tetap siang. Aku butuh
teh, Dita butuh kopi, Indah kadang-kadang teh, kadang kopi, kadang susu. Tau-tau
perlu masker khusus buat mengatasi kantung mata yang makin menebal….
Pinjam-pinjaman
novel—biasanya di sini aku yang mulai duluan memprospek Dita sama Indah. Dita sih
suka baca, Indah nih yang perlu didorong minat bacanya :D Biasanya, aku bawa
novel dari rumah, terus kalo seru digembor-gemborin ke mereka. Beberapa novel
berhasil dibaca sama Indah (dia gampang kaget sama novel tebel, btw =D)
meskipun awalnya dia bilang; “gue lagi banyak tugas, nggak tau kapan bisa
bacanya….”
Transfer-transfer-an film, drama, variety
show…, kadang nonton bareng juga sampai ketawa-ketawa nggak tau diri atau
nangis sambil sembunyi-sembunyi (kita punya selera tontonan yang beda tipis,
btw). Di luar itu, kita juga saling bagi info tontonan yang lagi hits dan
streaming di YouTube—kayak waktu itu nonton Stand Up Comedy 4, sitcom Tetangga
Masa Gitu atau acara talkshow biar nggak ketinggalan berita….
Shopping satu semester sekali. Sebenarnya ini bertujuan
untuk meminimalisir waktu rutinitas pagi; berdiri di depan lemari sebelum mandi—lebih
dari lima menit—sambil bergumam, “hari ini pake baju apa ya….” Lalu mengeluarkan
beberapa baju, minta pendapat kanan-kiri ‘lebih-cocokan-yang-mana’. Tapi apa
yang terjadi? Meskipun udah shopping juga, kebiasaan bingung lebih dari
lima menit di depan lemari juga nggak ilang-ilang. Mungkin udah bawaan dari
zaman masih jadi anak bawang kali ya….
Nyobain resep
masakan baru ini-itu. Di antara kita bertiga, Indah yang paling bisa masak—tapi
sayangnya jarang praktik di kosan karena syibuk. Seringnya, Indah jadi
konsultan resepku jadi aku yang (mal)praktik *duar*. Tapi untungnya, sih,
sejauh ini nggak ada yang keracunan alhamdulillah. Syukur-syukur kalau pada
jadi kegemukan… *ini intrik orang diet, anw* hahaha! Apa? Dita? Di antara kita
bertiga, dia paling terkenal kalau masak itu nggak berasa. Masak apa pun itu. Mau
omelet, soup, bihun….
Ngejadiin lahan
kosong di kamar sebagai lantai senam demi menjunjung tinggi kebugaran. Kadang-kadang
aerobik, pernah juga cardio workout, dan seringnya…, dimulai dengan
mencak-mencak, “ini gaya apaaa?” dan diakhiri dengan nyanyian, “Nenek… sudaaah…
tuaaa…” *sambil periksa punggung dan betis yang mudah-mudahan nggak ketuker….
Diskusi soal
boyband dan girlband terbaru, lagu-lagu mereka, soundtrack drama,
lalu diputar seharian lagunya—selama berhari-hari sampai bosan….
Menghabiskan
pagi di akhir pekan dengan jogging di track Situ Gintung,
pulang-pulang ke pasar dadakan di Kampus 2, dan bawa kue pancong….
Diskusi soal
gizi, kalori, makanan, macam-macam karena aku—yang lupaan sama dunia Sains—ketemu
mereka yang anak Sains….
Bagi-bagi
info soal online shop, ngeributin isi katalog—apalagi katalog kosmetik,
karena kita semua pada nggak kayak cewek-cewek UIN lain yang ke kampus aja rasa
fashion show. Tapi kadang-kadang itu yang bikin kita mikir, “ini
kayaknya perlu juga deh, jadi ‘cewek sesungguhnya.” Lalu ujungnya bareng-bareng
order barang kembaran….
Cerita tentang
dosen dan teman kuliah yang suka bikin uji mental, cerita tentang konflik
keluarga yang suka bikin pikiran jumpalitan, teman organisasi, teman profesi….
Curhat-curhatan
soal gebetan, kakak tingkat (biasanya Dita yang do that LOL), ex-gebetan,
pacar, mantan, atau bahkan cowok yang lagi ngedeketin. Saling minta pendapat tentang
si dia lebih baik digimanain, dan ends up bilang; “nih cowok apa banget,”
atau “kok ada ya cowok kayak gitu….”
Cerita tentang
teman yang udah nikah, dan berakhir dengan pertanyaan, “ini umur gue berapa,
sih? Kok udah pada nikah aja??”
Lalu…,
menikmati silent moment bersama. Believe it or not? Selama jadi roommate,
kita jaraaaaang banget slek-slekan, dendaman apalagi sindir-sindiran. Nyaris nggak
pernah. Tapi kita justru sering diem-dieman—sampai orang di luar kita yang
pertama kali ketemu pasti berasa dikacangin. Well, let me explain the
meaning of diem-dieman yah…. Maksudnya itu bukan berarti kita lagi marahan
dan kawanannya, tapi justru lagi me time; kayak aku lagi baca novel atau
nulis, Dita nonton film, dan Indah lagi ngerjain tugas…, kita semua semacam
punya peraturan tak tertulis dan hanya bisa dibaca sama kita bertiga kalau kita
nggak mau diganggu. That’s all. Jarang orang ngerti jenis ‘kedamaian’ a la
kita ini.
Kita bertiga punya banyak kesamaan yang lahir
dari karakter yang berseberangan.
Kalau dari
tampilan luar, aku lebih suka pakaian yang girly dan teen abis, suka
warna cokelat, tapi nggak jarang juga pakai baju warna cerah. Dita lebih suka
baju kasual, dark, cenderung manly dan polos, jarang dia punya
baju dengan corak banyak dengan potongan yang unik-unik. Kalau Indah, dia suka
pakai baju kasual, feminin, dan warna-warna pastel.
Saking akrabnya
sama ciri-ciri kita sendiri, sampai-sampai kalo belanja dan minta penilaian
satu sama lain, jawaban yang sering dikeluarin pasti begini, “ini mah Al
banget,” atau “Dit, yakin mau pilih ini? Baju lo dark terus,” dan
biasanya jarang berdebat sama selera Indah karena selera baju dia simpel dan
kalem….
Selera musik
kita juga gitu; aku sama Indah rada mirip-mirip, sukanya lagu yang bisa
dinyanyiin (dan kalo bisa sekalian yang menyayat hati), sedangkan Dita, lebih
suka lagu yang nggak bisa dinyanyiin dan kalo didengerin aja suka bikin
ngos-ngosan….
Guys, you
know, waktu nulis ini, rasanya sedih….
Ada perasaan
aneh yang bikin terdiam cukup lama saat memandangi barang-barang masuk di dalam
kardus, siap dibawa pulang ke rumah. Kemudian berpikir; segini cepatnya ya
empat tahun? The moment I met them as my roommate, the moment I have them
all as my second home—atau bahkan, bingung juga yang mana yang first
home di sini saking banyaknya rahasia aku yang mereka tau. Kalau dulu kita
suka dengerin lagu Dream High bareng-bareng, sekarang kalau dengerin lagu itu,
yang kebayang cuma suasananya. Lalu lagu itu bagian dari cerita.
Kayak adegan lain juga yang precious banget;
saat aku tiba-tiba lost in words pas lagi nulis dan mereka jadi main
tebak-tebakan, mereka jadi saksi pertama ketika cerpen pertama nembus di
majalah dan novel perdana lahir setelah udah ngarep-ngarep begitu lama…,
rasanya kayak nggak sadar; we already grew up together.
But for all,
muuuuuuch thanks, Guys! Pardon
my memory yang cuma bisa ingat kejadian empat tahun dalam ratusan kata. Padahal
mah, banyak banget ya….
Maaf juga
atas (banyaknya) kesalahan… aku yang suka egois lah, yang suka being
sarcasm lah, gampang geregetan lah, being childish…, tapi kalian
justru pengertian. Dan di situ juga, aku merasa terseimbangi sambil belajar how
to be a great adult….
Di mana-mana, rasanya berpisah kayaknya udah
sepaket sama sedih. Padahal kita bisa kapan aja ketemuan kalau kita mau, toh
masih terjangkau, kan ya? Tapi nggak tau lah, I can’t avoid my tears sampai
berusaha banget buat nggak ngebahas soal flashback, say thanks, sorry,
and goodbye….
Someday, mungkin kita bakalan ketemu lagi dalam
keadaan yang berbeda. Mungkin dalam status yang berbeda, rencana ke depan yang
berubah, lalu dan yang lainnya. Di saat itu, mungkin ada kejadian “tau-tau”
lainnya karena kita suka nggak sadar perubahan waktu yang cepat, dan apa aja
yang udah kita gerakkan.
…Am gonna
miss ya, Guys!
PS:
-
Kita
belum kesempetan beli sepatu iwearup bareng-bareng lho, Gengs! Padahal mah
waktu itu bilangnya mau pas gajian kan ya…. *lalu liat tanggal* #teuteup =))
-
Kita
belum main ke rumah satu sama lain. Jadi ke Karawang setelah Indah PPKT? Gue sih
feel free ajaaa… #bilangajamaujalan-jalan #laluskripsinya……
-
Kabar-kabarin
ya kalau udah wisuda. Mudah-mudahan kita barengan. Aamin!
-
Pokoknya,
kalau ada yang nikah duluan, awas kalo nggak undang-undang! *lirik tajam ke
Indah* *sambil asah pisau*
-AF
Comments
emang seru banget sih, kalo ngingat nostalgia susah seneng bareng2 satu kamar...