Pada pintu
yang tertutup sempurna di depannya, gadis itu berdiri.
Ia memang
sudah tahu, dengan caranya begini—yang kembali mengunjungi pintu ini sejak
beberapa bulan silam—memang kesalahan yang patut dimintai pertanggungjawaban di
kemudian hari. Seharusnya, ia tidak di sini. Karena meskipun pintu itu
tertutup, nyatanya ia tidak bisa mencegah memori yang masih merekam banyak hal
di dalamnya; segala yang berkaitan dengan ruangan di balik pintu tersebut—yang mampu
menyentuh sisi sentimentilnya kembali.
Ia masih
ingat. Bahwa pada dinding ruangan di balik pintu itu, ia bisa menemukan bentuk
tawa yang begitu dikenangnya. Tawa milik seseorang hanya karena hal-hal
sederhana. Tawa yang menular, baginya. Juga tawa yang sering kali mengurangi
bebannya akibat lelah beraktivitas seharian. Tawa seseorang itu…, tawa yang ia
rindukan.
Pada dinding
itu juga, ia menemukan hal yang berbeda; sebuah keraguan. Ia sendiri tidak bisa
mencegah ketika banyak tanda tanya tumpang tindih di kepalanya; tentang apa
yang ia cari, tentang apa yang ingin ia temukan, sekaligus tentang apa yang
sebenarnya ia harapkan. Pertanyaan itu semakin lama semakin menyudutkannya. Dan
semakin hari, semakin tidak menemukan jawabannya.
Kemudian dinding
itu juga menjadi bagian dalam sejarahnya ketika tangis meruah. Ketika pada
akhirnya, ia membuat keputusan terbesar untuk pergi meninggalkan. Ruangan ini,
juga seseorang itu. Ia tidak pernah berpikir bahwa hal ini akan begini
menyakitkannya. Meski berkali-kali merasa kehilangan, kenapa rasanya masih
begitu lara?
Gadis itu tidak
bisa mencegah air matanya saat meleleh dari sudut mata. Ia sudah melakukan
keputusan terbesar, dan seharusnya ia segera siap menerima apa pun risikonya. Pintu
itu memang tertutup sempurna, meski orang baru sudah menghuni ruangan di
dalamnya. Dulu, ia yang memegang kuncinya. Tapi untuk kali ini, ia akan
bersikeras untuk hanya menatap dari depan, lalu kembali tanpa kata-kata. Masa-masa
di ruangan itu biar saja terkurung dalam memorinya, meski pintu ingatannya
tertutup sempurna, sementara kuncinya ia buang dan entah berakhir di mana.
-AF
*tulisan ini disertakan dalam
tantangan #NulisBarengAlumni #KampusFiksi bertema Kunci*
Comments