Hari ini,
buatku, jadi hari terakhir urus-urus perintilan wisuda. Setelah itu bisa
rebahan, selonjoran, atau ngasih reward ke diri sendiri atas apa yang
telah diusahakan belakangan; hari-hari penuh hectic—yang ngadepin traffic,
yang dikejar waktu, yang ngejar koneksi, yang belajar mengendalikan emosi. Pokoknya
semua-muanya.
Tapi kalau
berbicara tentang excited things belakangan, aku bakalan refers ke
hal-hal di atas. Ada beberapa momen di mana terlalu sayang buat dilupakan
suatu hari nanti, jadi aku akan menuliskannya di sini—momen-momen ini yang
belum tertulis di post sebelumnya.
Pertama, di hari terakhir bimbingan skripsi, itu
adalah hari pertamaku di bulan itu buat menstruasi. Rasanya itu… mayoritas
cewek udah tau; keringat dingin, pinggang mau roboh, sakit perut, pucat, pusing.
Dan puncak sakitnya waktu aku udah sampai terminal Blok M buat nyambung ke
Ciputat. Hari itu hujan deras dan kepengin banget nyetop taksi buat balik lagi
ke Bekasi. Tapi nggak jadi. Jadinya naik busway ke Ciputat, dan harus berdiri
karena buswaynya penuh. Pengin nangis rasanya. Sampai di Ciputat, rebahan dulu
di masjid sebelum ketemu dosen pembimbing. Surprise-nya, dikirain hari
itu bakalan dicoret buat revisi lagi. Ternyata ibunya justru tanda tangan buat
ACC. Kayak resep dokter aja gitu tanda tangannya; sakit yang diderita jadi
hilang seketika.
Kedua, masa-masa ketemu teman dekat yang udah lama
banget nggak ketemu. Status mereka udah jadi alumni lebih dulu. Saat itu aku
lagi masa-masanya rempong urusin sidang. Kata Teh Nca, salah satu dari mereka, “Lo
kumpulin pasukan—teman-teman yang sekiranya mau sidang juga. Ngejalanin sendirian
kerasa banget beratnya.” Kalimat itu terbukti banget selama proses berjuang. Hari
itu, aku tahunya baru Nuyuy, Chibi, Habibi, yang bakalan segeng ke depannya. Nah
sambil jalan, ketemu lagi Akbar sama Nizar. Kami berenam, dari jurusan yang
sama, di angkatan yang sama, setelah bahu-membahu urusin prosedural dari awal, insya
Allah nanti wisudanya juga sama-sama. ;-)
Ketiga, masa-masa mau sidang. Di hari-hari sebelum
sidang, aku belum ada bayangan gimana bentuk alur sidang dari awal sampai
akhir, karena belum pernah nonton sama sekali. Jadi belum kebaca gimana
pola-pola pertanyaan yang akan diajukan, jenis-jenis ‘pembantaian’, juga bagaimana
etika menjawab. Sampai akhirnya aku nonton pertama kali orang sidang adalah
sidangnya Danty. Dia anak sejarah, sidangnya juga pakai bahasa Indonesia, nggak
sejurusan sama aku. Di tengah aku nonton Danty, aku chat Alia, “Si Danty
tadi sidang begini-begini-begini, kita nanti kayak gitu juga nggak sih?” yang
kemudian dia jawab, “Beda, Al. Kita nggak gitu.” Aku mulai was-was. Mau perang
tapi nggak paham medannya ini gimana? Lalu selang beberapa hari kemudian, aku
nonton kakak 2010 yang sejurusan juga. Ternyata sidangnya gagal. Kedua kali
nonton yang sejurusan lagi, nyaris-gagal-yang-sama-aja-kayak-lulus-bersyarat. Jadi
sampai aku sidang pun, aku nggak ada bayangan orang yang lulus murni. :’D
Keempat, masa-masa minta tanda tangan dosen pasca
sidang. Bolak-balik dari UI ke UIN lantaran dosen pengujiku mau sidang promosi
doktornya, yang kemudian membawa aku ke sidang promosi doktor dosen pembimbing
akademikku karena dosen pengujiku bagian dari jalannya sidang. Di antara drama
yang lain, mungkin yang ini rasanya lebih berpetualang, sih. :’)
Kelima, hari-hari di mana sedang menuntaskan
berkas-berkas; datang ke kampus tanpa ngabarin siapa-siapa kalau nggak ada yang
nanya, sepanjang perjalanan menerka di lantai 5 ada siapa ya? Teman-teman
siapa aja ya yang udah datang? Dosen yang lagi kucari stand by nggak ya?
Siapa aja ya yang di ruang dosen dan di ruang jurusan? Lalu begitu udah
tiba heboh ngagetin teman yang udah hadir, janjian di bangku bulat dekat KopMa,
ngelihat muka-muka penuh berpikir ala teman-teman cowok dan muka panik super
mengkerutnya cewek-cewek, segala keluhan dari para cewek; ada yang phobia
dosennya lah, ada yang dosen pengujinya minta revisi berulang-ulang lah,
masa-masa legalisir yang berujung salah info….
It’s all
done. Finally. Masih terharu
rasanya bisa ada di titik ini; ngurusin wisuda yang sebenarnya juga rumit, tapi
nggak serumit pas urusin sidang, karena kita udah tahu gimana ending-nya.
Nggak kayak pas mau sidang, semuanya serba digantung. Jadi sekarang rasanya ada
beban yang terangkat dan kita hanya butuh selebrasi. Ditambah, selama urusin
ini ada temannya. Ada yang dengerin ketika butuh tempat bercerita, ada yang multitalented
saat kita butuh bantuan, ada yang setia kawan tiap hari follow up kabar.
Kalau cuma sendiri urusin gini, nggak kebayang harus siap berapa amunisi buat seh-throngh!
This excited
things will be my lovable memory to remember.
-AF
Comments