Mungkin tulisan ini lebih cocok kalau disebut
first crush kali ya. Soalnya kalau berbicara tentang first love bakalan
kejebak di pertanyaan-pertanyaan, “Eh, emangnya kalau suka, berarti gue jatuh
cinta sama dia, ya? Terus tanda-tanda jatuh cinta sendiri itu kayak apa? terus,
terus, terus…” Nggak habis-habis. Jadi, untuk mempersingkat waktu dan paragraf,
maka langsung cerita aja yes?
Pertama, terjadi
sekitar kelas 5 atau 6 SD. Si dia—yang mari kita sebut aja sebagai Spiderman—duduk
sebangku sama aku sesuai dengan instruksi acak dari ibu wali kelas. Orangnya pendiam,
jadi awalnya kami malah nggak saling akrab. Tapi karena kami ditakdirkan
berbagi bangku dan meja, jadi tau satu sama lain. Dia yang awalnya (kukenal) pendiam,
ternyata petakilan sehingga membuat kami saling meledek satu sama lain—dan itu
menjadi rutinitas. Nggak banyak yang aku tau tentang si Spiderman selain dia
rumahnya cukup jauh dari sekolah jadi mengharuskannya naik angkutan atau
jemputan ke sekolah, punya kakak cowok dua tahun di atas kami yang bersekolah
sama dengan kami, dia lahir tanggal 6 Juni, sama dia nari lagu Di Atas
Normal-nya Peterpan sama gengnya ketika kami dapat tugas menari perkelompok
untuk pelajaran Kertakes. Sekarang, si Spiderman ini nggak tahu ke mana. Reuni SD
pertama kali saat kami kelas 1 SMA. Setelah itu ada reuni satu tahun sekali
setiap kali bulan puasa, dan dia nggak ada. Aku sendiri sejak SMP yang membuat
lebih banyak menetap di Jakarta jadi lost contact sama teman-teman SD
dan baru ketemu lagi via Facebook—dia nggak ada di pertemanan kami. Aku juga
nggak tahu dia sekolah di mana selanjutnya. Begitulah akhir kisah aku dan dia.
#tsah #bolehlohnariIndiadisini
Kedua, kalau
tentang first boyfriend itu terjadi dua tahun setelahnya. Dia—yang kita
sebut saja Batman—aku kenal karena dikenalkan temannya yang juga temanku, sebut
saja orang ini si Giant. (iya, Batman sama Giant beda jauh. Beda film pula =))).
Kami bertiga satu sekolah dan saat itu
dia udah lebih dulu jadi anak Pramuka. Mereka termasuk gigih dan cukup pentolan
jadi masuk ke Pasukan Koordinasi (yang udah aku ceritain detailnya di day 16).
Si Batman ini ketua salah satu regu PasKor (di PasKor cuma ada dua regu)
sementara si Giant anggota di regu sebelahnya. Komunikasi kami sendiri terbatas
oleh ruang dan waktu (#tsah), caranya; kalau lagi liburan di rumah, komunikasi cukup
lancar karena kami bisa berkirim sms atau ngobrol di telepon. Sementara kalau
lagi di sekolah, karena peraturan asrama nggak ngebolehin bawa gadget dan
teman-temannya, juga nggak ngebolehin komunikasi antarputra-putri, maka kami surat-suratan
dengan cara ngasih kode gue-bakal-ngasih-surat-ke-lo-di-sini. Biasanya dia
ngasih surat balasan ke kelas putri (iya, kelas kami terpisah) yang ditaruh di
laci meja kelasku, atau kalau lagi ke daerah yang bisa dilewat putra dan putri lalu
kebetulan ketemu dia, langsung kasih kode gue-drop-suratnya-di-sini-nanti-lo-harus-ambil,
tanpa suara. Yang kalau dipikir-pikir, mungkin aku titisan Angelina Jolie sejak
dini. :’)
Surat-suratnya masih kusimpan beberapa, lolos
dari razia bagian keamanan asrama, padahal kalau ketahuan bisa disita dan kena
pelanggaran berat. Sekarang kadang buat referensi nulis teenlit kalau
lagi stuck buat ngebangun soul-nya—meski endingnya ngakak
geli sendiri. =))
Aku sama si Batman bertahan 8 bulan, dan
sekarang kami lost contact –selain saling follow atau berteman di
akun sosial media. Nggak ada interaksi sama sekali. Mungkin ketemu si Batman
juga sekitar tiga tahun lebih yang lalu, tanpa sengaja, berpapasan, dan dia
nanya dengan wajah bertanya-tanya slash menebak-nebak slash bingung
slash bikin lawan bicaranya juga bingung, “Eh, lo siapa ya?”
Sementara yang ada di pikiranku, nih orang
emang long term memorinya lemah, atau karena gue mantannya jadi dia
(me)lupa(kan) gue, atau mantannya emang banyak sehingga lupa satu-satu termasuk
gue yang udah long timeeeee ago banget, atau jangan-jangan yang dia
lupain bukan hanya gue, tapi dirinya sendiri? Wah. Wah. Wah.
Dan terakhir kali aku dengar kabar dia, dia
akan menikah dengan pacarnya, yang merupakan adik kelas kami. Masih simpang-siur
dan belum menetapkan tanggal. Jadi, mari kita doakan semoga lancar,
berkah, sakinah. Dan mohon doa juga
mudah-mudahan dia atau teman yang lain nggak baca iniiiiiii. Akika malu, cyin! Menurut
agama dan kepercayaan masing-masing, berdoaaaa, mulai!
Selesai.
Lanjut?
Ini yang Ketiga, sebagai penutup. Kalau
nggak salah ini waktu kelas dua SMA. Dia itu cowok yang dingin. Punya tatapan
mata yang tajam, dan sedikit berbicara. Suatu hari aku ada perlu sama dia yang
kemudian menyeret aku ke perpustakaan sekolah karena dia biasa ‘nongkrong’ di
sana. Sebelum aku samperin dia, aku ngelihat dia dari kejauhan kalau dia
terganggu sama teman-teman yang berisik. Begitu aku samperin, pelan-pelan aku
kasih tahu maksud aku ketemu dia, dia bilang, “Barusan saya melempar pulpen ini
ke mereka karena berisik. Saya nggak mau pulpen ini balik ke saya karena saya
berisik sama kamu!”
Terima kasih buat yang repot-repot baca
cerita ketiga. Apalagi buat kalian yang percaya itu ceritaku (uhuk). Mungkin masa-masa
2002 kalian harus dieuphoriakan (kembali) sama Ada Apa dengan Cinta. :p
-AF
Comments
-_____-
btw, first crush-ku waktu pertama kali ketemu literally pake kostum superman. Harusnya kunamain superman ya. #apasih
Jadi kamu cewek yang narik cowok aku ke perpus?!!!
Fussythoughts: terima kasih mbaknya, yang udah mampir ke sini. :)
Tansis:Wah, tansis seleranya pas masa kecil superhero juga ternyataaaa =))
TanGi: ih dia mah emang tukang ngejogrok di perpus, tan. aku nggak narik-narik kok. :( *apazi*