Kembali muncul ke sini buat acak-acak tema
semau mood aja mau nulis yang mana. Padahal udah masuk minggu terakhir challenge
ini bukan makin urut, malah makin random.
Belakangan
ini, lagi agak memperhatikan orang-orang terdekat tentang hal yang lucu—versi dia,
versi aku—beserta menyimak alasannya. Aku sendiri tipikal orang yang mudah
sekali tertawa pada hal-hal remeh, dan bisa nggak ketawa sama sekali pada hal
yang familier.
Tapi kalau
disuruh mengingat-ingat lima hal yang bikin aku ketawa (padahal sebenarnya ada
banyak), mungkin aku malah menjabarkan ke lima momen aja kali ya:
1.
(nyaris) Saat Tiap Kali Nonton Tonight Show
Aku termasuk orang yang suka
banget nonton talkshow-talkshow Indonesia dan lebih mudah ketawa nonton
beginian daripada nonton sitcom. Favoritku program Tonight Show di Net. Acaranya
menurutku imbang, nggak terlalu banyak host, host-nya nggak terlalu
dominan sehingga bintang tamu nggak kerasa kayak pajangan aja, informatif juga,
playful. Gara-gara sering nonton ini aku ngefans sama Vin-Des tiap kali
saling menimpali ke bintang tamu.
“Kalian menikah sekian tahun suka
berantem nggak, sih? Biasanya kan hubungan suka ada berantem-berantemnya…”
Vincent nanya ke sepasang bintang tamu.
Lalu Desta menimpali, “Nggak
semua hubungan kayak hubungan lo, Vincent.”
Setiap adegan begini, aku ngakak.
Sementara aku paling favorit pas
episodenya Ringgo—entah di eps berapa—karena si Ringgo bullyable
bangettt. Desta ini orangnya super iseng. Dia punya teori yang sering
dikoar-koarkan; sepatu itu kalau dilempar dan begitu mendarat berdiri dengan
sempurna, tandanya asli. Awalnya si Desta beneran cuma ngelemparin ke lantai
lagi. Waktu kedua kalinya, dilempar ke atap studio dan nyangkut di sana. Nah,
keusilan begini entah berapa kali muncul di beberapa episode dan paling ngakak
pas bagian Ringgo. Selain dari awalnya dia emang udah sasaran empuk banget, pas
ke sananya suasananya makin kacau.
2.
Pas… Kemarin. Di Dufan.
Ini karena baru, jadi masih
anget-anget di kepala. Kurang lebih kayak begini adegannya.
Si Akbar, setengah berbisik, tapi
juga lagi ngobrol dengan nada menjelaskan ke Habibi, “Cewek, kalau dia naruh dan
ngikat jaketnya di pinggang, tandanya lagi PMS.”
Aku sama Nuyuy yang kebetulan
lagi jalan dekat dia, setengah angkat alis setengah ketawa. “Sok tau lu!”
“Wah, dia nggak percaya.” Lalu
dia menjelaskan teorinya seolah-olah lagi sidang bab 2.
Nah, di tengah jalan, karena
Dufan emang lagi rame, muncullah segerombolan abege cewek-cewek berseragam tour.
Kisaran umurnya sekitar akhir kelas SD, sama awal SMP. Si Nuyuy nyeletuk, “Tuh
ada banyak cewek-cewek kecil naroh jaket di pinggang. Si Akbar mau bilang
mereka PMS juga?”
Nggak lama kemudian kita ‘nodong’
Akbar buat jelasin perkara teorinya tadi sambil kita nunjukin cewek-cewek abege
sekitar. Terus dia berkilah—yang nggak aku dengar banyak—sampai aku nanya, “Emang
teori gitu taunya dari mana coba?”
“Eksperimen."
“HAH?”
Dia, jawab dengan pedenya,
sementara aku cengo gede.
“Maksud gue… kan ada beberapa teori…” dia
dengan salah tingkahnya karena udah terlanjur keceplosan, mulai menjelaskan
lanjutannya. Sementara aku nggak kuat lagi nahan ketawa perkara eksperimen. Imajinasiku
bubar jalan seketika.
3.
Di Dufan Lagi. Gara-gara Akbar Lagi.
Seselesainya kami naik Rajawali,
cowok-cowok pergi ke toilet sementara para cewek kebagian nungguin tas mereka. Kami
duduk di dekat pohon depan toilet, sambil nungguin mereka keluar. Cukup lama,
sampai yang keluar duluan Habibi, baru Nizar.
Kata Habibi, “Tadi, yang di kamar
mandi hoek-hoek itu kayaknya Akbar, ya?” nanya ke Nizar.
“Iya kayaknya. Soalnya begitu dia
masuk langsung kedengaran hoek-hoek gitu.”
Berita itu spontan aja bikin
kaget aku sama Nuyuy. Aku bilang, “Dia hoek-hoek gitu, padahal tadi di
depan kita dia cool-cool aja tuh.”
Dan suasana kayak mendukung
banget karena si Akbar lama banget di dalam toilet. Sampai Nuyuy juga sempat ke
toilet selama nunggu Akbar.
Begitu Akbar keluar, mukanya
sumringah banget. Kalau ini diumpamakan di film kartun, belakang dia ada bunga-bunga
bermekaran sebagai background-nya. Aku langsung aja nembak nanya, “Lo
tadi m****h?”
“Hah? Nggak. Gue tadi tuh abis pup
makanya lama.”
“Terus yang katanya di toilet
tadi hoek-hoek siapa?”
“Itu tuh sebelah gueeee.”
Seolah-olah jawaban Akbar nggak
memuaskan, si Nizar sama Habibi juga menodong.
Nggak lama setelah itu Nuyuy
keluar toilet, tergopoh-gopoh nyamperin Akbar, “Akbar, lo mau freshcare?”
Muka khawatir Nuyuy, muka cengo Akbar,
kombinasi yang pas buat main lenong.
Meski setelah itu Akbar
mencak-mencak, “GUE TUH TADI NGGAK MUNT*H! GUE TADI ABIS PUP! ABIS GUE DIKETAWAIN
KALAU AMPE KETAUAN KALIAN MUNT*H! KALIAN SEMUA KAN KAYAK ******!”
Tetap aja abis itu Nuyuy—yang notabanenya
emang lagi nggak fit sejak sehari sebelum jalan dan nyari temen cemen bareng—bilang,
“Udah sih Bar, ngaku aja sama kita. Kalau mau freshcare bilang. Kita dengerin
kok kalau lo nggak kuat….”
Yang kemudian Akbar balas
berulang-ulang kalimat capslock di atas.
4.
Pas KF 13. Gara-gara Heru.
Sepulang kami dari Malioboro,
aku, Heru, Papih, dan beberapa teman-teman yang lain berada dalam satu mobil
dengan tujuan asrama KF. Aku, Vivi, Heru duduk di jok belakang, sementara Papih
dan Mia di tengah. Papih duduk di depan aku, posisi kami di sisi kiri. Sementara
Heru di sisi kanan.
Di tengah perjalanan, Papih
bilang, “Fi, liat deh langitnya, awannya bagus.”
Aku langsung mendongak dan
mengiyakan.
Si Heru kepo. Kata dia, “Mana
sih?” Yang dilanjutkan badannya melintang dari sisi kanan menuju jendelanya
Papih demi melihat si awan ini. Dan untuk mencapai tujuan itu, Papih membungkuk
nyaris kayak orang lagi rukuk versi duduk demi si Heru.
Hanya butuh waktu beberapa detik
sampai si Heru mengiyakan dan kembali lagi ke duduknya. Lalu kami kembali
ngobrol ngalur ngidul lamaaa banget sampai suara Papih muncul lagi.
“Udah belom sih, Ru?”
“Lah kan udah Bang tadi.”
Yang kemudian dibalas dengan
omelan si Papih panjang lebar lantaran Papih tetap membungkuk selama kita
ngobrol ngalor ngidul tadi. Mereka bersilat
lidah. Dan aku ngakak puas sampai pengin nangis.
5.
Gara-gara Heru lagi. Di Taman Suropati.
Kalau ini momennya karena si Heru
kualat.
Jadi suatu hari aku, Heru,
Furkon, Bang Kocil lagi janjian di Tam-Sur. Pasangan Fur-Ru udah sampai duluan
dan duduk di salah sebuah trotoar. Karena aku datang menyusul, aku yang cari
mereka.
Selama aku lagi mencari, si Heru
ngechat di grup, “Fea lagi muter-muter. Aku ngakak ini ngeliatnya.”
Sementara pas dia japri aku, dia
kayak lagi main remote control, “Kita ada di deket air mancur.” Plz,
lah. Air mancur di tamsur aja ada dua dan bentuknya lingkaran semua. Ini definisi
deketnya aja masih abstrak. Yang kemudian dilanjutkan dengan instruksi-intruksi
yang nggak kalah absurdnya, “Jalan dua langkah. Belok kiri. Jalan satu langkah
lagi.” Dll-dkk.
Pas aku udah ketemu mereka,
mereka berdua ngakak ampun-ampunan. Si Heru sendiri ngakak sambil muterin tali
kunci motor di telunjuknya. Setelah itu, aku nggak sempet say hello,
apalagi mau ngomel, tau-tau…
Plung!
Kuncinya jatoh.
“Eh-eh, ke mana?” si Heru mulai
panik.
“Kalau sampe jatoh ke comberan,
elo nanti gue…..” Si Furkon emosi.
“Itu kali…” Aku mulai menunjuk
yang bening-bening, dengan gaya sok tenang. Hari itu mau maghrib jadi udah
mulai gelap.
Ternyata nihil. Itu plastik
bening bekas makanan ringan.
Furkon mulai ambil tindakan, dia
pakai senter di ponselnya, dan mulai mencari, “Fix. Masuk comberan kunci lo.”
Sementara mereka mencari alat
pengait dan aku disuruh jaga tas, di situ juga aku ngakak nggak ketulungan. Belum
juga balas dendam, udah dibalas duluan sama Tuhan Yang Maha Esa. Ah, rezeki
anak soleha. :’)
Ah, akhirnya selesai juga. Untuk momen
yang terakhir aku masih punya fotonya. Tunggu yang bersangkutan komen aja dulu
deh ya… aurat banget soalnya. =))
-AF
Comments
bhahahha gue udah nggak peduli kali, Ru, itu dari abang mana. tenaga gue abis buat ngakak doang!