Tuesday, April 2, 2013

Political Colledge

Postingan ini kutulis sambil nyuri-nyuri waktu juga memanfaatkan wifi di perpus kampus, padahal lagi bikin makalah analisis wacana mata kuliah linguistik. Yang sebenarnya aku nggak ngerti, pelajaran ini ngebahas apaan? Jadi, berhubung otak belom konek sementara internetnya konek, aku curhat dulu di sini ya....
Belum lama ini, aku dibingungkan lagi sama politik. Kali ini ruang lingkupnya cuma di kampus, dan di kampusnya itu cuma di jurusanku. Tapi lumayan bikin pusing, bikin mengernyitkan dahi, bikin aneh sendiri, padahal aku nggak terlibat untuk berpihak ke partai manapun. Suasana panas, dari sebelum PEMIRA sampai jauh setelah hari H selesai. Awalnya saling bersaing, akhirnya masih kelihatan sengatan api di pihak yang kalah. Issue mulai datang sana dan sini. Rebutan jabatan dari masing-masing individu mulai kedengaran.
Oh ya, postingan ini kubuat hanya sebatas pengetahuanku yang lemah, lho. Jadi yang punya sudut pandang sendiri, nggak papa untuk komen di sini. Buat membantu aku yang masih naif dalam berpolitik ini.
Ceritanya, hari itu para tim sukses sedang panas-panasnya berusaha untuk mengincar anggota nonpartai sepertiku untuk memilih calon sesuai partainya. Semuanya sepakat, sok-sokan bilang, "Gue pilih dia karena dia bertanggung jawab ya, terlepas dari bendera partainya." Well it doesn't true, right? Basi banget hasutannya! Ketika ada anggota dari satu partai nyuri start buat ngelakuin itu, partai lawannya panas. Salah satu anggotanya berlaku hal yang sama padaku. And me? Sebagai anggota nonpartai, aku ngerasa simpel aja buat milih calon. Nilai aja dari tim suksesnya, dengan bagaimana mereka mempengaruhi anggota nonpartai. Kalau dari awal udah main sogokan, bisa punya image sendiri kan bagaimana nantinya masa depan jurusan? Jadi saat itu, tim sukses kedua udah lumayan punya image yang bagus di mataku daripada yang pertama. Aku milih dia, dan dia menang. And, what the next? Issue sana-sini muncul. Dia dianggap udah nyogok anak semester 2 untuk memilihnya. Segitunya.....
Masih nggak ngerti sampai saat ini, kenapa para aktivis kampus itu harus heboh banget rebutan kursi dalam jabatannya? Mereka dapat honorkah? Kalau iya, pasti akan menimbulkan kecurigaan dari para masyarakat jurusan terhadap hasil dari kampus tersebut. Sedangkan kalau nggak, cukupkah gengsi bisa mengalahi semuanya sampai-sampai rela bertanggung jawab untuk mengepalai sebuah jurusan? Aku rasa nggak... tapi bukan berarti aku curiga tentang presepsi yang pertama meskipun kemungkinan faktanya juga ada.
Terlebih lagi, ada tim sukses yang kerjaannya curiga terus ketika ada orang yang ia rasa di bawah pengaruhnya ngobrol privasi sama orang lain. Padahal itu sahabatnya sendiri. Well, aku nggak ngerti sama mindsetnya, kenapa sampai berpikir segitunya...
Aku emang bukan organisator yang baik, terlepas dari beberapa organisasi yang tidak bisa dibilang maksimal ketika aku terlibat di dalamnya. Organisasi yang terakhir kujabat itu organisasi kampus yang sempat membuatku down sehingga lebih memilih untuk lepas. Merasakan banyak hal negatif sehingga aku sendiri kesulitan untuk bertahan di dalamnya. Sulit untuk bersabar ketika menemukan pihak yang lebih sering menentang daripada menghargai. Well, aku nggak menyalahkan mereka, maka dari itu aku pilih mundur dari semuanya daripada terus-terusan berada di pihak yang mereka anggap salah. I am too childish, right? But some of my friend also feel that. Terlepas dari itu semua, pertanyaanku mulai muncul. Kalau aku aja yang punya posisi di salah satu divisi nggak betah, kenapa para calon ketua sebegitu getolnya buat menempati posisi jadi ketua? Dan ketika salah satu dari mereka yang kalah dari pemilihan, haruskah ada pertengkaran?
Last, itu doang yang bisa kucurhatin di sini. Maaf kalau pihak yang terlibat di sini mesti tersinggung. Hehehe..
PEMIRA udah selesai, sekarang saatnya kita mempercayai pemimpin kita, bukan?
"Mari kita sambut para pemimpin, dan berikan mereka harapan. Life starts here!" -Nutrilon :P


No comments: