Thursday, June 20, 2013

COLOURFULL STORY OF KAMPUS FIKSI 3



Hellow.. !! ^^
Mau berbagi cerita tentang excited experience tentang Kampus Fiksi kemarin. Cerita ini seharusnya kuposting beberapa hari yang lalu. Tapi berhubung bentrok sama UAS dan baru ada luang sekarang, jadi baru diposting deh. Maaf yaa :D
Kampus Fiksi angkatan 3 berlangsung dari tanggal 14-17 Juni 2013. Oh ya, sebelumnya, ada yang belum tahu Kampus Fiksi? Kalau belum, aku mau ngasih sedikit penjelasan.
Kampus Fiksi itu acara bulanannya penerbit Diva Press, penerbit yang berdomisili di Jogja. CEO Diva Press, Pak Edi Mulyono, yang menggagas awal perihal Kampus Fiksi ini. Dengan tujuan, ingin mencetak calon penulis-penulis berkualitas yang dilatih, dibimbing, secara santai tapi serius. Anggota-anggota Kampus Fiksi pun bisa dibilang sebagai anggota pilihan. Karena, dari banyaknya calon peserta yang daftar, Diva Press hanya memilih 30 peserta tiap angkatannya. Syaratnya? Bikin cerpen romance yang unik. Jadi, penulis cerpen yang terpilih, difasilitasi selama ia berada di Jogja. Mulai dari penginapan, konsumsi, buku-buku gratis, jadwal belajar nulis yang sistematis dan produktif. Yang lebih penting, ketemu teman-teman baru yang benar-benar hebat, kenalan sama kakak-kakak editor, dan kru Diva Press yang ramah plus menyenangkan. Di samping dapat ilmu baru, we build a new family!
And I’m happy be one of them! Karena sebelumnya, aku nggak pernah ngebayangin ini. ^^
***
Aku sampai di Jogja tanggal 14 pagi. Acara resminya Kampus Fiksi sebenarnya hanya di tanggal 15-16 Juni. Tapi, karena peraturan tiap pesertanya yang mengharuskan kita tiba sehari sebelum acara dan pulang sehari setelah acara, jadi aku berkesempatan tinggal di sana selama empat hari. How ‘bout your feel? Rasanya kurang lama. Hehe :D
Anyway, libur seminggu sebelum UAS semester genap disebutnya Minggu Tenang atau Minggu Tekun, ya? Kayaknya aku bakalan setuju kalau ini disebut Minggu Tenang, karena aku malah sempat ngebela-belain kabur ke Jogja demi acara ini, sekali pun pihak panitia sebenarnya memperbolehkan pesertanya pindah angkatan, dan saat yang bersamaan, teman-teman di kampus lagi rempong menyulap Minggu Tenang sebagai Minggu Tegang. Hiiiw :3
Jadi, karena nggak mau ngambil resiko yang parah, aku berkeputusan untuk bawa buku kuliah di tas tentengan. Supaya bisa dibaca-baca saat di bandara atau pun di pesawat. Sekali-kali jadi anak rajin. Dan kemungkinan, adegan ini sepertinya bakal sekali dalam seumur hidup. #edisilebay :P hehehe
Sampai di Jogja jam 8.45 pagi yang dijemput panitianya, Kak Ve, sebelum akhirnya ketemu teman-teman seangkatan di karantina. Karena masih pagi, jadi belum banyak yang dateng. Dan u know apa perasaanku ketika pertama kali ketemu teman-teman yang baru datang pagi itu? Amazing! Beberapa di antara mereka yang baru kukenal, sedang serius merampungkan novelnya. Pemandangan yang menarik, ketika aku masih bermain di antara cerpen-cerpenku, mereka justru sedang berjalan jauh mengendarai cerita di novelnya. Hebat!
Hari itu peserta masih dibebaskan, jadi karena lokasi wisata lumayan jauh dari karantina didukung cuaca Jogja yang panas benderang (halah, diksinya -_- ), aku memilih diam di karantina kenalan sama teman-teman dan kakak kru, sambil sharing tentang novel teenlit yang saat ini lagi menjamur.
***


Hari pelatihan pertama tiba. Pak Edi memberikan materi-materi kepenulisan seputar novel, juga menyediakan waktu untuk sesi Tanya-jawab peserta. Banyak hal yang perlu dicatat dalam notes-ku tentang sharing kepenulisan ini, di antaranya;
-          Bagi penulis novel yang mengambil setting luar negri, jangan sampe hasil risetnya membuat tulisan seperti pembawa berita. Beberapa penulis terjebak pada kasus ini.
-          Menulis novel itu jangan terlalu terbebani oleh teori. Kebanyakan teori yang ditelan, takutnya akan menghambat proses kebebasan menulis itu.
-          Antara idealisme dan pemasaran dalam menulis itu adalah sebuah kesatuan yang tak boleh dipisahkan. Jadi sebisa mungkin penulis tetap menaruh ideologinya pada karyanya, tanpa mengurangi pedulinya pada segmen pasar.
-          Perbedaan antara sastra dan pop sangat tipis, dan bila diuraikan malah bisa tak berujung.
-          Writer Block sebenarnya hanyalah rekayasa penulis. Cara membasminya adalah dengan cara membuat kebiasaan menulis yang disiplin. Tanpa alasan!

Setelah materi diberikan, peserta dibagi tiga kelompok diberi waktu membuat cerpen individu bertema selama 4 jam! Ya, EMPAT JAM! Bukan lagi flash fiction, tapi cerpen minimal tujuh halaman. Dan akan dipilih pemenangnya dari tiap kelompok. Jadi, bagi aku yang nggak terbiasa akan hal ini, jadinya cuman bisa menghasilkan cerpen empat halaman. Poor me! (“-_-)/||
Skip langsung ke acara malam minggu. Kita dibawa ke asrama Diva Press, tempat di mana Diva Press mengadakan acara khusus bagi anak yang tidak mampu untuk dilatih menulis dan menghasilkan karya. Di sana disediakan angkringan yang diisi oleh nasi kucing dan makanan khas Jogja. Setelah makan-makan, peserta tiap kelompok harus mempersembahkan penampilan di malam itu. Jadi, wajar ya kalo acaranya koplak banget. Ada yang nampil kaku gara-gara kurang persiapan, ada yang nampilin stand up comedy, ada juga yang nyanyi berbagai lagu –yang sebenarnya- lagu sama nada gitarnya nggak nyambung. Hahaha, kacau parah! :D
***
Hari kedua.
Kali ini peserta disuguhi materi pemasaran oleh Mas Aconk selaku divisi marketing di Diva Press. Ia mengajukan beberapa data buku-buku best seller dan proses pemasaran buku yang dilakukan di Diva Press. Ia juga menjelaskan bentuk-bentuk honor yang diberikan oleh penulis buku dari penerbit. Di antaranya, ada honor yang bersifat royalty, jadi mendapat upah 10% dari penjualan buku. Dan honor bersifat oplah; mendapat honor di awal ketika penjualan buku 4000 eksemplar.
Mas Acong juga menjelaskan taktik menghadapi pembajakan buku yang menjamur. Dengan cara, penerbit membajak buku bajakan dan menjualnya dengan harga lebih murah daripada buku bajakan. Karena di Indonesia susah sekali cara menghentikan system membajak itu, jadi, mau tidak mau harus ada cara yang mengakalinya.
Sesi materi hari kedua selesai saat Ashar, jadi para peserta dibebaskan sampai jam delapan malam.
Dan saat itu pula, beberapa di antara kita membujuk untuk ke Malioboro! ^^
***
Penutup.
Ada yang tahu apa yang mengesankan dari penutupan ini? Jawabannya adalah, di sini, salah satu peserta ada yang cinlok dengan alumni Kampus Fiksi 1. Waaw! ^o^
Si cowok memberikan kesan baik pada cewek di depan umum, saat ia diminta menjadi peserta yang memberi kesan tentang Kampus Fiksi 3. Awalnya dia bercerita kesan tentang Kampus Fiksi, dan berakhir dengan kesannya pada cewek itu. Lucu! Kadang-kadang terdengar ada nada pernyataan perasaan, namun di sisi lain, kita para audience hanya menganggap itu sebagai lelucon belaka. Jadi, kalau cowok itu baca tulisan ini, bisa dijelasin, malam itu sebenarnya penembakan atau bukan? :D
At least, acara Kampus Fiksi benar-benar keren. Sempat bikin amnesia, kalau sehari setelah tiba di Jakarta aku harus UAS. So, pulang dari sana, aku jadi punya motivasi baru, ide-ide baru, teman baru, semangat baru, emosi baru, meskipun konfliknya saat ini harus bertentangan sama tugas-tugas kuliah yang menumpuk. Tapi nggak bikin lupa sama pesan teman-temanku saat itu; “Kalau kita ketemu lagi, kita tukeran novel buatan kita sendiri ya. Semangat!”

7 comments:

Cindy Pricilla said...

uuuu terharu baca tulisan kaka :')
kangen bgt sama kampus fiksi 3! Pokoknya wajib tukeran novel masing-masing kalo ketemu lagi ;)

Anonymous said...

Syahdu...

Restii said...

masih nggak nyangka bisa gabung di #KampusFiksi angkatan 3. ruaaar biasa! kalian semua keren.

Ilham said...

keren banget. jadi ngiri. salam kenal ya.

Edi Akhiles said...

uuhhh kangen

FHEA said...

Terima kasih, semuanyaa!! Hugsss :*

Anonymous said...

Kereeen, jadi makin gak sabar! Salam kenal kakak, aku adik angkatanmu di angkatan 6 ^^