Thursday, March 20, 2014

[PARE 9]: HIKAYAT PENTOL


Itu nama makanan. Atau lebih tepatnya lagi camilan pokok yang beredar di sekitar Pare, yang sejak pertama menginjakkan kaki ke tempat ini berhasil menyita perhatian –sekaligus rasa heran- sama jajanan satu itu. Bagaimana nggak heran? Jajanan itu nyaris dengan-sangat-mudah bisa ditemukan di berbagai sudut Pare dengan macam-macam gerobak. Bahkan, aku bisa lebih mudah makannya sejak ada tukang pentol yang mangkal tiap sore di depan maskan. Bentuknya bulat dan rasanya enak. Sayangnya, aku sendiri terlewat buat mendokumentasikan makanan kebangsaan yang satu itu. Pokoknya kalau ada yang tinggal di Ciputat dan tahu tentang cilok yang suka dijual di Jalan Pesanggrahan atau di samping Masjid Fathullah, mungkin pentol ini masih saudaraan. Atau apa mereka sebenarnya kembar, cuma dari lahir sudah terpisah, lalu nasib pentol itu lebih baik dari sisi rasanya? Bisa jadi, sih… Hohoho *ini gue ngomong apaaaa?
Sebenarnya, yang mau aku ceritain bukan itu.
Waktu di Pare, aku pikir cuma Lele aja yang dapet julukan ‘Bobon’. Orang-orang jadi lebih kenal dia dengan nama itu daripada nama aslinya. Aku sih rada kasihan sama Lele karena sebenarnya dia nggak ikhlas-ikhlas banget buat dipanggil begitu. Hahaha. Sekaligus sedikit lega sih, karena aku nggak dikasih julukan macam-macam. Aku masih dipanggil orang-orang dengan nama yang ‘normal’. ;p
Sampai ketika… perkiraanku meleset total sejak ada ustadz yang meninggalkan komen di salah satu foto selfieku di fb. Kalau nggak salah, waktunya satu hari setelah puas jalan-jalan seharian bersama Adiba. Jadi di antara 170 lebih foto di iPad bersama Adiba dan Sarah, aku upload tiga yang menurutku gayanya paling ‘aman’. :p Dan na’asnya,  ternyata yang ‘aman’ buatku justru jadi sasaran empuk buat teman-teman dumay buat dikomen. Termasuk sasaran empuk buat Ustadz Wahid. Hikss… Tapi namanya juga facebook, orang bebas komen apa aja. Yang awalnya bahas apa, terus menyambar ke mana, sampai datang komentar dari si ustadz yang ternyata menyangkut dengan masa depan namaku selama hidup di Ocean. Ini berkaitan dengan mata melototku di foto itu yang ternyata katanya mirip pentol. *yasalaaam*
Jadi, suatu hari ketika aku duduk di belakang, ustadz memanggil dari kursi putarnya di depan. “Ya, Fhia. Ayna aynuk?” (Fhia, matamu ke mana?)
Aku heran. Maksudnya apa coba tiba-tiba nanya soal mata saat belajar? Malah, dengan polosnya, aku menurunkan sedikit kacamata hingga pucuk hidung, dan menunjukkan letak mataku seraya mengernyitkan dahi. “Hadzaa, Tad.” (Ini, Tad).
“Kamitsli Pentol,” jawabnya lugas, padat, dan menimbulkan gelegar tawa yang jelas dari teman-teman sekelas.
Wah, siaull! Aku pakai acara lupa lagi kalau ustadz iseng ini komen-komen di facebook. Dan aku pakai acara lupa buat antisipasi kalau suatu saat keadaan ini akan merambat sampai di kelas-yang-tingkat-ngetawain-orangnya-skala-internasional! Kalau begini kan aku jadi nggak punya tameng buat nyembunyiin rasa malu…
Nggak heran kalau sejak itu, lebih dari satu orang nanya asbabul nuzulnya panggilan ‘Pentol’. Beruntung aku bukan Nikita Mirzani atau Dewi Persik yang punya berita sedikit harus gelar Press Conference.  Jadi, dengan besar hati, aku runutin cerita ke mereka yang menanyakan, beserta beberapa kali aku tunjukin foto dan komennya. Yah, meskipun ujung-ujungnya mereka justru malah ketawa (lagi), nasib harus diterima… *garuk-garuk tanah*
Ngomong-ngomong, tenang. Aku nggak marah sama sekali dapat julukan Pentol, kok. Serius! Hehehe. Berhubung dari awalnya udah punya kesan malu-maluin, jadi sedikit banyak bisa terlatih lah bagaimana rasanya diketawain orang banyak. Bikin banyak orang bahagia in syaa Allah dapat pahala, sementara kalau bikin banyak orang ketawa karena sikap malu-maluin kita, ya mau nggak mau merana…:p
Setelah itu, virus pentolisme ternyata menjamur. Ada yang coba mengikuti foto selfieku dengan mata yang mendelik itu. Termasuk ustadznya. Sayangnya, mereka belum pada terlatih buat pentol-pentolin mata. Jadi, saya dan Mas Anang bilang NO, kalian bisa coba tahun depan lagi. ;P
 
Ini foto selfie yang jadi korban pentol. -__-
Dan ini komentar awalnya... -__-
*repost: Ustadz Wahid yang ikut pentol-pentolin mata. :D
Mata pentol versi Hakim. Sayang, dia gagal fokus. :))
Ah, jadi kangen makan pentol kaaan…. -___-
-AF

1 comment:

Arina Istiqomah said...

man yurid 2x, magganan 2x