Friday, June 20, 2014

A GOLDEN STORY FOR A GOLDEN MOMENT #KampusFiksiEmas (part 1)


Alhamdulillah… alhamdulillah… alhamdulillaaaaah banget bisa dapet golden chance buat bergabung di acara ini. Benar-benar di luar dugaan. Masih sulit dipercaya ketika namaku tertulis di web Kampus Fiksi sebagai penulis yang berhasil lolos buat tergabung di event Kampus Fiksi Emas. Saking bahagianya, izinkan aku buat nulis cerita di sini lebih panjang, yaaaa. Karena jujur, rasanya nggak mau mengakhiri cerita ini. Jiaaah.
 Seperti yang ditulis teman-teman peserta lain di dalam blognya, event Kampus Fiksi Emas ini dibuka khusus buat alumni Kampus Fiksi angkatan 1-5 (tahun 2013), beradu dalam lomba menulis cerpen romantik-inspiratif dengan mengangkat kearifan lokal Indonesia, dan hanya 20 orang yang terpilih. Bayangin, 20 orang! Di antara 150 alumni angkatan 2013, cuma 20, tjoy! Jelas, harapanku buat lolos nggak begitu optimis setiap kali berkaca bahwa sainganku itu nggak main-main. Beberapa di antaranya juga merupakan penulis favoritku sendiri. Tapi… dengan kekuatan bulan dan kekuatan kau yang berasal dari bintang, aku nekat ikut. Yaaa… setidaknya we never know the result if we never try, right?
Sampai suatu hari di acara Kampus Fiksi Roadshow Bandung, Kak Reza yang menerima pengumuman duluan nanya judul ke kami di sana –aku, mamah Lia, dan Teh Pia- tentang judul cerpen kami. Jreeng, aku lupa. Jadinya aku cuma jawab, “pokoknya ada ‘jawaban-jawaban’-nya gitu deh, Kak.” Setelah itu Kak Reza menggeleng, bertanda nggak lolos. Aku diam, berusaha menerima. Mungkin belum rezeki…
Eh, ternyata, ketika pengumuman dipost di web KampusFiksi.com, judul cerpenku ada! (saat itu tertulis hanya judul tanpa nama penulis) Aku bersorak-sorak di wisma bareng Mamah Lia dan Teh Pia yang berhasil juga. Masih 27 besar saat itu, masih disaring lagi hingga 20. Jadi, masih nggak mau huru-hara takut terlalu senang. Kami sorak secara lokal (*halah), karena belum saatnya mengumbar-umbar.
Singkat cerita, gemuruh di dada kambuh lagi ketika Pak Edi (CEO Diva Press) mention kami  di twitter dengan sebutan *panggilan alam*. Nggak lama dari itu, pengumuman 20 besar muncul. Setelah mengerjap-kerjap berkali-kali, judul cerpen dan namaku tertera di sana. Tanggal pelaksanaan dikeluarkan. Dan yang lebih kerennya, bertepatan sama tanggal dulu saat KF 3 angkatanku. Rasanya mau jumpalitan sambil bilang, lho, ini sungguhan? Ini beneran?? Alhamdulillaaaah!!
Papan pengumuman di web KampusFiksi.com
And here the story begin…
Kamis, 12 Juni 2014
Selepas adzan subuh, taksi kami meluncur dari rumah Mamah Lia. Siap jemput Kak Reza di depan Kampus 2 menuju Stasiun Senen, padahal kereta baru take off jam 7.30. Emang dasarnya anak rajin…
Sarapan di Stasiun Senen sebelum capcus. anw, abaikan yang di sebelah. :p

Delapan jam perjalanan, kami gunakan buat mengusir kebosanan. Beda sama Mas Ersa yang cuma ngobrol, duduk, ngobrol, duduk, :p kami bertiga punya jurus jitu; baca buku! Alamakjaaaannn… kalian percaya? Harus. Di antara 8 jam itu, paling 20% kami baca buku. Selebihnya; tidur, ngobrol, ngguyon, selfie, dan kelaparaaaan. Ini semua gara-gara Kak Reza yang sok innocent nawarin buat pesan makanan ke kami, padahal pramusajinya udah berlalu. Begitu dateng lagi dan kami pesan makanan, dilaporkan bahwa makanan udah abis. Abis itu Kak Reza ketawa ala incubus. Nyebelin! Eh tapi, ternyata setelah itu Dewi Athena kembali berpihak pada kami, pramusaji dateng lagi dan melaporkan bahwa ada menu nasi goreng lada hitam yang tersisa. Yaudah, kami pilih deh.  Menunya memang rada-rada weird sih. Nasi goreng-sapi lada hitam? Tapi karena lapar, sudah, lahap saja!
Sampai di Jogja sekitar 15.45. Ngaret setengah jam dari waktu di kereta karena keretanya lambat. Sampai di sana, dijemput Mas Kiki yang kebetulan bareng Mala sama Teh Ghyna yang menunggu kami di Stasiun.
Muka-muka bahagia setelah dijemput. KFEmas, we're comiingg!
Here we are!
Sampai di asrama, disambut sama Kak Ve, Mbak Mitsny (keduanya editor Diva Press), Evi, dan Farrah (keduanya peserta). Lalu kami merapikan diri, dan siap-siap buat maghrib nanti kumpul makan pempek ala Nadine sama Evi yang dari Palembang (Maaf, yaaa… aku lupa foto. Antara keasikan makan, sama kasian yang datang kemalaman. HUAHAHA). Pempeknya digoreng sama Farrah –sebenarnya aku ragu sih, nih anak bisa menggoreng apa nggak. Tapi begitu ada bukti bahwa beberapa di antaranya gosong, baru aku percaya. :p
Setelah makan, kami menunggu larut malam buat nonton Stand Up Comedy 4! Azzeek!

L to R: aku, Mufi, Mbak Vivi, Mamah Lia

Jum’at, 13 Juni 2013
Acara Kampus Fiksi Emas resmi dibuka oleh MC-nya mas Wahyu Akhiles *eh. :p dan penyambutan oleh Pak Bos Edi Akhiles (*yang ini Akhiles beneran, yang atas imitasi hehehe). Yang paling mendebarkan di hari ini adalah, sesuai jadwal, kami diminta membuat cerpen 4-5 halaman  selama dua setengah jam dengan tema yang spontan dan langsung dipublish adminnya ke web kampusfiksi.com tanpa sentuhan editor. Alamakjaaan, rasanya mau teriak; lepaskan aku, Dodit! Lepaskan aku, Dodiiit! Eh, Dodit udah closemic ding. Jadinya ganti; Lepaskan aku, Deadlineeee!! #makingaje.
Pak Bos yang cool dengan buku di tangan yang nggak kalah cool. *sesi awal acara*

 
Dan, tereeeng, tema yang aku dapat bikin shocking sodaaaa!
Jadi, kalau di antara kalian ada yang mau baca cerpenku dan teman-teman KF Emas lainnya, bisa akses di sini.
Lalu, masa-masa pendebaran belum berakhir sampai di situ. Klimaksnya ada di sesi pengadilan karya. Cerpenku dipegang oleh Mbak Rina dan diadili selepas maghrib. Hoah, editor ever after deh Mbak Rina itu. Aku salut parah –sekaligus salut dengan tema cerpen dadakan yang kuterima, ternyata idenya Mbak Rina juga. Hahaha. Aku benar-benar kudu belajar super detail buat menulis yang jauh lebih baik. Bolong-bolongku yang kemarin harus diperbaiki. Aku pasti bisa, Scott Emulsion! (?)
Suasana pengadilan karya oleh Kak Ayun
 
si juara satu sama juara tiga yang serius bingits.


 
Antara sadar dan nggak sadar kena snapshoot. :p

Meskipun judulnya Pengadilan Karya dan peserta sudah siapin mental, ternyata waktu yang terlewatkan juga diselipkan tawa. Apalagi pas sesinya Kak Ve saat mengadili karya Kak Elisa Sy. Si Bambang yang jadi tokoh cerpen mendadak fenomenal. Sesi Kak Ve jadi membawa kami kayak berada di dalam ILK Tr*ns TV. Asli koplak. Mana saat itu, Kak Ve demen banget bilang begini, “Mungkin itu bukan masalah buat kalian, tapi masalah buat saya….” *puk-puk Kak Ve*
Ini sosok Kak Ve, tapi bukan waktu pengadilan karya. :))
Sabtu, 14 Juni 2014.
Kalau nggak salah, pagi ini diawali dengan Soto Madura buatan Bunda May. Asli enak! Dan lagi-lagi aku lupa fotoin. Maklum, terlalu tersepona. Bikin semangat deh buat ngejalanin sesi di hari itu. Apa aja agendanya? Pertama…
Bedah novel The Alchemist Paulo Coelho!
Bedanya bedah novel kali ini, bukan sama penulisnya langsung (*yaiyalaaaah), tapi sama Mas Tia Setiadi. Saat membuka sesi, aku yang duduk paling depan di sayap kanan disuruh open mic buat memberi kesan dari novel tersebut. Hoah, belum siap padahal, jadi… yang aku jawab malah begini, “Jujur, ini novel filsafat-terjemahan pertama yang saya baca. Saya ingat, tapi saya lupa.” #gajedotcom.
Sesi bedah novel The Alchemist oleh Mas Tia Setiadi.
Sesi keduanya itu materi dari Pak Edi tentang State of Mind. Jujur, materi ini jadi bikin aku semakin suka sama belajar filsafat. Banyak istilah-istilah baru dan pandangan baru yang menarik untuk lebih dikaji. Dan oh ya, kenapa materi ini harus ada, padahal sesinya adalah menulis fiksi? Jawabannya adalah; agar penulis fiksi tidak terpaku bahwa fiksi hanya sekadar dunia khayalan saja. Penulis fiksi juga bertanggung jawab untuk memberikan ‘isi’ dalam tulisannya agar sampai pada pembaca. Keren kan?
Selesai acara materi, jam 12 siang peserta dan panitia bersiap untuk ke Kaliurang! Rasanya Villa Bukit Turgo Indah udah panggil-panggil “Come to Mama!” saking antusiasnya kita. Jadilah aku, semobil sama Mami Indah, Mas Sayfullan, Kak Didi, Teh Ghyna, Nadine, Mas Adit dan Ahmad Bayhaki anak KF 8 disopiri Mas Kiki ke sana. Jangan ada yang tanya apa yang terjadi di mobil selama perjalanan. Isinya ngakak-ngakak gara-gara Mas Say sampai pengen muntah, ada yang udah muntah tapi masih kuat ngakak. (*eh, kak Didi, maaf ya aibnya kebongkar! :p)
Sampai di Villa yang memakan waktu perjalanan kira-kira sejam, kami semua ishoma. Lalu leyeh-leyeh lagi, lalu ishoma lagi (?). Peserta dibagi perkelompok buat perform malam hari sebelum api unggun. Tapi, sebelum itu, kita yang peserta mengagendakan waktu kosong buat acara tukaran kado yang isinya juga beserta permainan truth or dare. Sesinya dibagi dua kali; habis ashar dan saat malam api unggun. Bagianku di nomer 13 dapatnya saat malam api unggun.
Yak, dipilih-dipilih...

 
Dapet nomer 13. isinya ini!
Truth-nya: Coba ceritakan saat pertama kali kamu ditembak!
Dare-nya: Coba praktikkan tari India. Tenang, lagunya ada di Youtube kok!
Filosofi kadonya; saat kamu menulis, pakai kaus “Dreams Come True” ini supaya mimpimu jadi nyata.
Whoaaah, berhubung Dare-nya susah. Jadi, aku pilih Truth aja (Padahal dalem hati rada gimanaaaa gitu disuruh flashback! Haha) ! Anyway, thanks kadonya, ya, Teh Pia! (*yaaah, keceplosan!)

Sekian Part 1-nya. Kita sambung di Part 2. ^^

No comments: