Sunday, February 15, 2015

TIME FLIES



Kemarin, baru saja aku menghadiri pesta pernikahan seorang teman SD.
Yah, mungkin bagi sebagian orang yang seusia denganku, ini hal yang lumrah. Mereka mungkin pernah menghadiri pesta pernikahan temannya beberapa kali. Dan sebelum argumen itu menyangkalku, perlu kuberi tahu bahwa aku pun pernah melakukan hal serupa sebelumnya; menghadiri pesta pernikahan teman SMP, SMA, teman komunitas, teman se-profesi—beberapa kali. Hanya saja, ini kali pertama aku menghadiri pesta pernikahan teman SD.
Dan rasanya berbeda.
Pesta pernikahan teman kami menjelma jadi reuni. Sembilan tahun lebih beberapa di antara kami yang baru bertemu sekarang. Kadang, kami menyerupai orang yang baru pertama kali bertemu; bertanya nama, saling mengorek memori, “Duh, gue lupa lo. Lo dulu yang mana, sih?” atau, “Dari dulu muka lo nggak berubah, nih dia yang berubah.”, lalu berbasa-basi soal kabar, profesi, dan yang lain. Lalu di antara kami juga yang memorinya masih baik sehingga kenangan dulu tergali sempurna, “Si dia kan yang dulunya suka sama ini, bla-bla-bla…”
Sembilan tahun. Time flies sampai nggak sadar bahwa yang berasa baru terjadi, sekarang diangkat sebagai kenangan.
Hidup bergerak cepat, menjejaki fase-fase baru yang akan menghampiri kami. Masuk SMP, masuk SMA, diterima kuliah, beberapa ada yang mulai start bekerja, lalu meraih cita-cita. Dulu, kami yang masih suka bawa bekal ke sekolah, bertengkar dengan teman sebangku, kini menjelma sebagai orang dewasa yang berbicara benar-benar seperti orang yang sudah meninggalkan masa kecilnya; soal dunia perkuliahan dan skripsi, si dia yang sekarang dalam masa training menjadi pramugari, si itu yang sekarang gajinya bisa ‘segini’, sampai hal yang lebih intern—yang kalau dipikir-pikir sempat nggak nyangka juga bakalan bicara soal ini, pada teman yang setiap kali bertatapan dengan mereka, dunia anak-anak masih terasa melekat di sana.
Satu sisi, ada rasa ketidakrelaan. Rasanya ingin semua seperti dulu dan tak berubah. Tapi di sisi lain, harus sadar. Kalau kita nggak bisa terima tentang perubahan dunia, orang di sekitar juga nggak bisa terima kita.
Time flies. Bahkan, kini salah satu di antara kami ada yang sudah menikah. Meskipun kemarin saat diskusi sempat menyinggung bahwa ada beberapa lainnya yang sebenarnya juga sudah berkeluarga, tapi karena putus kontak, ini jadi yang pertama. Dulu, kami hanya sebagai teman bermain monopoli. Kini, tanpa disadari menjadi partner diskusi. Dulu, kami hanya sebagai anak yang masalah hidupnya tak jauh dari sekolah. Kini, kami menjelma jadi orang dewasa dengan masalah hidup yang lebih luas.
Dengan begitu, kenyataan ini menyadarkanku bahwa ada satu fase di mana nantinya kami akan berbicara seputar ‘keluarga di masa depan’. Meskipun mungkin nantinya ada yang bilang, “ye elah masih lama!” tapi setidaknya sadar, kita harus siap-siap.
Time flies. Tak akan berjalan mundur, kalau-kalau kita merasa kurang. Sekalipun menoleh, yang terjadi adalah kita akan dihadapkan pertanyaan, “kamu sudah berbuat apa?” yang kemudian mengharapkan kita memberi jawaban yang tidak mengecewakan.
-AF

No comments: